ETIKA TIDUR
Abu Bakr Jabir al-Jazairi
Orang Muslim berkeyakinan bahwa tidur adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya dalam firman-firman-Nya berikut:
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untuk kalian malam dan siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu dan supaya kalian mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kalian bersyukur kepada-Nya.” (Al-Qashash: 73)
“Dan Kami jadikan tidur kalian untuk istirahat.” (An-Naba: 9)
Itu karena istirahat seseorang beberapa jam pada waktu malam setelah seharian bergerak itu membantu kesegaran badan, kelangsungan perkembangan dan aktifitasnya, agar dengan itu semua ia dapat menunaikan tugas yang diciptakan Allah Ta‘ala untuknya.
Mensyukuri nikmat-nikmat itu menghendaki orang Muslim menerapkan etika-etika berikut dalam tidurnya:
Ia tidak menunda tidur setelah shalat Isya’ kecuali untuk keperluan seperti belajar, atau bicara dengan tamu, atau bercumbu dengan istri, karena Abu Barazah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. tidak menyukai tidur sebelum shalat Isya’, dan ngobrol sesudahnya. (Muttafaq Alaih).
Ia berusaha tidak tidur kecuali dalam keadaan berwudlu, karena Rasulullah saw. bersabda kepada Al-Barra’ bin Azib,
“Jika engkau akan pergi ke tempat tidurmu, hendaklah engkau berwudlu seperti wudhu untuk shalat.” (Muttafaq Alaih).
Ia memulai tidur dengan di atas lambung kanannya (miring ke kanan), berbantal tangan kanannya, dan tidak apa-apa kalau ingin berubah posisi dengan tidur di atas lambung kirinya setelah itu karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw. kepada Al-Barra’ bin Azib, “Jika engkau akan pergi ke tempat tidurmu, hendaklah engkau berwudlu seperti wudhu untuk shalat, kemudian tidurlah d atas lambung kananmu.” (Muttafaq Alaih).
Sabda Rasulullah saw., “Jika engkau akan pergi ke ranjangmu (tidur) dalam keadaan suci maka dengan tangan kananmu.”
Ia tidak tidur dalam keadaan telungkup, baik tidur di siang hari atau malam hari, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
“Sungguhnya tidur dengan telungkup adalah tidurnya penghuni neraka.”
“Sesungguhnya tidur dengan telungkup ialah tidur yang tidak disukai Allah Azza wa Jalla.”
Ia mengucapkan dzikir-dzikir berikut:
“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, dan Allah Mahabesar.”
Ia mengucapkannya tiga puluh tiga kali, kemudian ia berkata, “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi Allah kerajaan, dan pujian. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Ia berbuat seperti itu, karena Rasulullah SAW. bersabda kepada Ali bin Abu Thalib dan Fathimah yang meminta pembantu kepada beliau, “Maukah kalian berdua aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian berdua minta? Kalian berdua hendak tidur, bacalah tasbih sebanyak tiga puluh kali, bacalah hamdalah sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bacalah takbir sebanyak tiga puluh empat kali. Itu semua lebih baik bagi kalian berdua dari pada pembantu. (Diriwayatkan Muslim)
Ia membaca surat Al-Fatihah, lima ayat pertama surat Al-Baqarah, ayat kursi, dan surat Al-Baqarah ayat 284-285, karena itu dianjurkan Rasulullah saw.
Doa terakhir yang dibaca ialah doa berikut yang diriwayatkan dari Rasulullah saw., “Dengan nama-Mu ya Allah, aku letakkan lambungku, dan dengan nama-Mu aku mengangkatnya kembali. Ya Allah, jika Engkau menahan jiwaku, ampunilah dia. Dan jika Engkau mengirimnya kembali, jagalah dia sebagaimana Engkau menjaga orang-orang shalih diantara hamba-hamba-Mu, Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu, aku limpahkan segala urusanku kepada-Mu, aku sandarkan tulang punggungku kepada-Mu. aku meminta ampunan kepada-Mu, aku bertahubat kepada-Mu, aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan, dan beriman kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus, ampunilah apa yang telah aku kerjakan apa yang aku umumkan, serta apa saja yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Engkau Dzat Yang Maha Terdahulu dan Maha Terakhir. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Tuhanku, jagalah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.” (Diriwayatkan Abu Daud dan lain-lain dengan sanad yang shahih).
Jika ia terbangun di sela-sela tidurnya, ia membaca doa berikut, “Tidaklah ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi Nya kerajaan dan pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu . Mahasuci Allah, segala pujian bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah.”
Setelah itu, ia bebas berdoa apa saja, karena Rasulullah saw., “Barangsiapa bangun dan tidurnya kemudian ia berkata, ‘Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Muhasuci Allah, segala pujian bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali dengan Allah Maha besar, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan Allah.’Kemudian ia berkata, Ya Allah ampunilah aku. ‘Atau ia berdoa dengan doa lain, maka doanya dikabulkan. Jika ia berdiri kemudian berwudlu dan shalat maka shalatnya diterima “(Diriwayatkan Al-Bukhari).
Atau ia berdoa dengan doa berikut, “Ya Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Mahasuci. Ya Allah, aku meminta ampunan kepada-Mu atas dosaku, dan meminta rahmat-Mu kepada-Mu. Ya Allah, tambahilah ilmuku, jangan palingkan hatiku setelah engkau memberinya petunjuk, dan beri aku rahmat dari sisi-Mu, karena Engkau Maha Pemberi nikmat.”
Pada pagi harinya, ia membaca dzikir-dzikir berikut:
a. Ketika ia bangun tidur, dan sebelum berdiri dari tempat tidurya, ia membaca, “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah sebelumnya mematikan kami dan kami akan kembali kepada-Nya.”
b. Ia hadapkan pandangannya ke langit sambil membaca surat Ali Imran ayat 190-200 jika ia bangun untuk shalat tahajjud, karena Ibnu Abbas ra berkata, “Ketika aku bermalam di rumah bibiku dari jalur ibu, Maimunah istri Rasulullah SAW., bangun tidur pada pertengahan malam, atau beberapa saat setelah pertengahan malam, kemudlan beliau mengusap tidur dari wajahnya dengan tangannya, membaca sepuluh ayat terakhir, surat Ali Imran, berjalan ke tempat air yang menggantung, berwudlu dengan airnya dengan wudlu yang baik, dan berdiri untuk shalat “(Diriwayatkart Al-Bukhari).
c. Membaca doa berikut sebanyak empat kali, “Ya Allah, aku berada di pagi hari dengan memuji-Mu, disaksikan oleh-Mu, disaksikan oleh malaikat-malaikat pemikul Arasy-Mu, disaksikan oleh malaikat-malaikat-Mu, dan disaksikan oleh semua makhluk-Mu bahwa Engkau Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, dan bahwa Muhammad adalah hamba-Mu dan utusan-Mu.
Ia berdoa seperti itu, karena Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa mengucapkan doa di atas sebanyak sekali maka Allah membebaskan seperempat dirinya dari neraka, barangsiapa mengucapkannya dua kali maka Allah membebaskan setengah dirinya dari neraka, barangsiapa mengucapkannya tiga kali maka Allah membebaskan tiga perempat dirinya dari neraka, dan jika diucapkan empat kali maka Allah membebaskannya total dari neraka.” (Diriwayatkan Abu Daud dengan sanad shahih).
d. Jika ia meletakkan kakinya di depan pintu kamar untuk keluar, ia berdoa dengan doa berikut, “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”
Karena Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang hamba mengucapkan doa di atas, maka dikatakan kepadanya, Engkau telah mendapatkan petunjuk dan dilindungi.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia meng-hasan-kannya).
e. Jika ja meninggalkan pintu kamar, ia berdoa dengan doa berikut, “Ya Allah, aku berlindung diri kepada-Mu dari tersesat dan sesaatkan, tergelincir dan digelincirkan, menzhalimi atau dizhalimi, bodoh atau dibodohi.”
Karena Ummu Salamah ra berkata, Rasulullah saw. tidak pernah keluar dari rumahku melainkan ia mengangkat pandanganya ke langit sambil berkata, Ya Allah, aku berlindung diri kepada-Mu dari tersesat dan disesatkan.”
Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 210-216.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: ETIKA
Untuk apa Allah Subhanahu wata’ala menciptakan kita?
Dia menciptakan kita agar beribadah kepadaNya serta tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun.
Dalil dari Al Quran
[وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ[ (الذريات:56
Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu.
Dalil dari As Sunnah
(حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئاً ( متفق عليه
Hak Allah Subhanahu wata’ala atas hambaNya bahwa mereka menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AQIDAH
HANA 2 TH
wuooooo......ni hana baru mimi ening (bening maksude). tapi maaf bukan iklan minuman lhooo yaaaa........
ini ama bapake
ini hana malah mo bobo pa yaaaaaa.......
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: PHOTO HANA
ASIK MAEM....
Ini hana dengan kakaknya. Yang sebelah kiri itu namanya Naurah Maimun Mumtaz (putri ke 3 mba' fifit, kakak istri saya). Naura lebih tua 20 hari dari Hanania. Foto ini
di ambil selagi mereka lagi asik maem uee (kue). Ini Foto saat merka dah 2 tahun umure. "emmmhhhh...enyak kuehnya" kata Naura
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: PHOTO HANA
ETIKA MAKAN MINUM
Orang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta'ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan dan minuman, serta syahwat keduanya saja.
Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum. Rasulullah saw. bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan."
Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :
1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172).
Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya.
2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta‘ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala karenanya.
3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.
4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu', dan karena ucapan Anas bin Malik ra, "Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring." (Diriwayatkan Al-Bukhari).
5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda,
"Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak." (Diriwayatkan Al-Bukhari).
6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya." (Diriwayatkan Abu Daud).
7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:
1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta‘ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta‘ala, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku', maka dosa-dosa masa lalunya diampuni." (Muttafaq Alaih).
3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut
Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,
"Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir)." (Muttafaq Alaih).
"Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya." (Muttafaq Alaih).
4. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah saw. bersabda,
"Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,
"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada." (Diriwayatkan Muslim).
5. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan." (Diriwayatkan Muslim).
6. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut:
Hadits Anas bin Malik ra berkata, "Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali." (Muttafaq Alaih).
Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Hadits lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup di dalamnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
7. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda,
"Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya." (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).
8. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
"Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua."
Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.
Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.
Sabda Rasulullah saw.,
"Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan." (Muttafaq Alaib).
"Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum."
9. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,
Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan,
Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka,
sebab orang yang paling rakus ialah
orang yang paling buru-buru terhadap makanan.
10. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, ‘silakan makan', namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya', padahal riya' itu diharamkan.
11. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.
12. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.
13. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.
14. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia harus santun, dan hormat terhadap mereka.
Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:
1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.
2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.
3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur atas nikmat.
4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.
5. Memuji Allah Ta‘ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)". Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian."
Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 185-191.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: ETIKA
MASALAH MANDI
oleh : Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
1. Keluar mani, baik ketika jaga (terbangun) ataupun ketika (tidur) nyenyak. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya (mandi) air hanyalah karena (mengeluarkan) air (mani)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:151, Muslim I:269 no:343 dan 'Aunul Ma'bud I: 366 no: 214).
Dari Ummi Salamah bahwa Ummu Sulaim r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap yang haq, maka apakah perempuan (juga) wajib mandi bila mimpi?" Beliau menjawab, " Ya jika ia melihat air (mani)."
(Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 228 no:130, Muslim I: 251 no:313 dan Tirmidzi I:80 no:122).
Mengenai keluar air mani di waktu terbangun (bukan tidur), diisyaratkan harus karena dorongan syahwat. Hal ini merujuk kepada sabda Nabi saw., "Apabila kamu memuncratkan air (mani), maka mandi janabatlah, namun manakala kamu tidak memuncratkan (keluar tanpa syahwat), maka janganlah mandi janabat." (Sanadnya Hasan Shahih: Irwa'ul Ghalil I: 162, dan al-Fathur Rabbani 1:247 no:82).
Dalam Nailul Authar I: 275, Imam asy-Syaukani menegaskan, "Kata alhadzf" kata dasar dari kata kerja hadzafa berarti: melempar, dan perbuatan ini mesti karena dorongan syahwat. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Hadits ini mengandung peringatan, bahwa air mani yang keluar bukan karena dorongan syahwat, misalnya, karena sakit atau cuaca sangat dingin. Maka tidak wajib mandi janabat."
Barangsiapa yang berihtilam (bermimpi basah), namun temyata ia tidak mendapati air mani, maka tidak harus mandi. Sebaliknya siapa saja yang mendapati air mani, namun ia tidak ingat ihtilam maka ia harus mandi.
Dari Aisyah r.a. ia berkata, Rasulullah pernah ditanya tentang seorang laki-laki mendapati (kainnya) basah dan ia tidak ingat ihtilam (bermimpi)? Beliau saw. menjawab, "Ia harus mandi." Kemudian (ditanya lagi) perihal seorang laki-laki yang yakin bahwa dirinya ihtilam namun temyata ia tidak mendapati basah (pada kainnya)? Maka jawab Beliau, "Tidak ada kewajiban mandi atasnya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 216, Tirmidzi I: 74 no: 113 'Aunul Ma'bud I: 399 no: 233).
2. Jima' sekalipun tidak mengeluarkan sperma:
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabda, "Seseorang duduk di antara empat anggota badan (isterinya), lalu bersungguh-sungguh memperlakukannya (yaitu jima'), maka ia wajib mandi, sekalipun tidak mengeluarkan (air mani)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 152 dan Muslim I: 271 no: 348).
3. Orang kafir yang baru masuk Islam:
Dari Qais bin Ashim r.a. bahwa ia masuk Islam, lalu diperintah oleh Nabi agar mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara. (Shahih: Irwa-ul Ohalil no: 128, Nasa'i I: 109, Tirmidzi, 11:58 no: 602 dan 'Aunul Mar'bud 11:19 no:351).
4. Berhentinya darah haidh dan nifas, sebagaimana yang di jelaskan dalam riwayat dari Aisyah r.a bahwa Nabi saw.bersabda kepada Fatimah binti Hubaizah r.a, "Apabila (waktu) haidh datang, maka tinggalkanlah shalat dan apabila (waktu) haidh berakhir, rnaka mandilah dan shalatlah!" (Mutafaqqun 'alaih: Fathul Bari I: 420 no: 320, Muslim I: 262 no: 331 Aunul Ma'bud I: 466 no: 279. Tirmidzi 1: 82 no: 125, Nasa'i I: 186, dan redaksi mereka, terkecuali Imam Bukhari adalah, FA AGHSI'LII 'ANKID DAM (=Maka, cucilah darah darimu). Sedangkan status hukum nifas menurut jima' ulama' sama dengan hukum haidh.
Rukun Mandi Besar
Niat, Berdasarkan hadits yang berbunyi, "Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung pada niatnya."(Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari 1: 9 no: 1, Muslim III: 1515 no: 1907, 'Aunul Ma'bud VI: 284 no: 2186, TIrmidzi III: 100 no: 1698, Ibnu Majjah II: 1413 no: 4227 dan Nasa'i I. 59).
Tata Cara Mandi Besar yang Dianjurkan
Tata cara ini dijelaskan dalam riwayat Aisyah r.a., "Adalah Rasulullah saw. apabila mandi janabat memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan (air) dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya, lalu mencuci kemaluannya kemudian berwudhu' sebagaimana wudhu'nya untuk shalat, kemudian, mengambil air (dengan tangannya), lalu memasukkan jari-jari tangannya ke pangkal rambut hingga apabila ia melihat sudah tersentuh air semua pangkal rambutnya, ia menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan air dengan kedua tapak tangannya, kemudian menyiram sekujur tubuhnya, lalu membasuh kedua kakinya." (Muttafaqun 'alaih).
Suatu hal perlu diketahui perempuan tidak wajb membuka ikat rambut dan semisalnya ketika akan mandi janabat. Dari Ummi Salamah r.a. ia berkata, saya pernah bertanya. "Ya, Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang mengikat kuat rambut kepalaku, lalu apakah saya harus membukanya untuk mandi janabat?" Jawab beliau, "Tidak (harus) cukup bagimu menuangkan (air) di atas kepalamu tiga kali tuangan, kemudian engkau siramkan air ke atas badanmu, dengan demikian kamu menjadi suci." (Shahih: Irwa'ul GhaliI no: 136. Muslim 1:259 no: 330, 'Aunul Ma'bud 1: 426 no: 248, Nasa'i I: 131, Tirmidzi I: 71 no: 105, Ibnu Majah 1: 198 no: 603).
Dari Aisyah r.a., bahwa Asma' pernah bertanya kepada Nabi saw. perihal haidh. Jawab beliau, "Hendaklah seorang di antara kamu ambil air beserta daun bidara, lalu hendaklah ia bersuci dengan sempurna, kemudian tuangkanlah air ke atas kepalanya, lalu gosoklah kepalanya dengan sungguh-sungguh hingga rata, kemudiam tuangkanlah (lagi) air ke atas kepalanya, kemudian ambillah sepotong kain atau kapas maka dengan demikian ia menjadi suci." Kemudian Asma' bertanya, "(Wahai Rasulullah) bagaimana ia dianggap telah suci dengan cara itu?" Maka, Jawab beliau, "Subhaanallah... dengan cara itu ia sudah menjadi suci." Kemudian Aisyah berkata, (sambil membisikkan), "(Hai Asma'), kamu harus memperhatikan (menjelajahi) bekas darah." Kemudian Asma' bertanya kepada beliau perihal mandi janabat, maka jawab beliau, "Hendaklah perempuan itu mengambil air lalu bersuci dengan baik atau dengan sempurna, kemudian tuangkanlah (air) ke atas kepalanya, lalu gosoklah kepalanya sampai, kemudian tuangkanlah air ke atasnya." (Shahih: Mukhtashar Muslim I:261 no: 61 d 332).
Dengan sharih 'eksplisit' hadits ini membedakan antara mandi haidh dengan mandi junub, di mana ia memberi penekanan kepada orang haidh air menggosok kepalanya dengan sungguh-sungguh dan bersuci dengan serius yang tidak ditekankan kepada orang yang mandi janabat, bagaimana hadits Ummu Salamah sebagai dalil bahwa orang yang mandi junub tidak wajib menguraikan melepaskan ikat rambut atau semisalnya. (Tahdzibu Sunan Abi Daud oleh Ibnul Qayyim I: 167 no: dengan sedikit perubahan).
Pada asalnya, diuraikannya rambut agar yakin akan sampainya air ke pangkal-pangkal rambut, hanya saja hal ini tidak diharuskan kepada orang yang akan mandi janabat, karena mandi ini berulang kali dan akan menimbulkan kesulitan berat bagi kaum wanita. Berbeda jauh dengan mandi haidh yang hanya terjadi sekali dalam sebulan. (Tahdzibu Sunan Abi Daud oleh Ibnul Qayyim I:167 dengan sedikit perubahan).
Sesuatu yang perlu diketahui: Boleh suami istri mandi bersama di dalam satu kamar mandi, yang masing-masing melihat aurat pasangannya, sebagaimana yang ditegaskan dalam riwayat Dari Aisyah ra, ia berkata, "Dahulu aku sendiri dan Rasulullah (sering) mandi bersama dari satu bak sedangkan kami berdua dalam keadaan junub." (Muttafaqun 'alaih: Muslim I:256 no:321, Fathul Bari I:375 no:263 dan Nasa'i :129).
Kita dianjurkan mandi karena beberapa hal berikut ini:
1. Mandi pada setiap kali akan jima'
Dari Abu Rafi' r.a. ia berkata, "Bahwa sesungguhnya Nabi saw. pada suatu malam pernah menggilir isteri-isterinya, di mana beliau mandi di rumah ini dan mandi (lagi) di rumah ini, lalu aku bertanya, ya Rasulullah, mengapa engkau tidak mandi sekali saja (untuk semuanya?) "Jawab beliau, "Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci."
(Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 480 'Aunul Ma'bud I: 370 no: 216 dan Ibnu Majah I: 194 no: 590).
2. Mandi bagi wanita mustahadhah untuk setiap kali akan shalat atau untuk zhuhur dan 'ashar sekali mandi, untuk maghrib dan 'isya sekali mandi dan untuk shubuh sekali mandi
Ini berdasarkan hadits Aisyah r.a. yang berkata, "Sesungguhnya Ummu Habibah pernah beristihadhah pada masa Rasulullah, lalu beliau menyuruhnya mandi setiap kali (akan) shalat...." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 269 dan 'Aunul ma'bud I: 483 no: 289).
Dalam riwayat yang lain dari Aisyah (juga disebutkan) "Telah beristihadhah seorang perempuan pada masa Rasulullah , lalu ia diperintah (oleh beliau) menyegerakan ashar dan mengakhirkan zhuhur dengan sekali mandi untuk keduanya, mengakhirkan maghrib dan menyegerakan 'Isya dengan sekali mandi untuk keduanya. dan untuk shalat shubuh sekali mandi. (Shahih: Shahih Abu Dnud flo: 273. 'Aunul Ma'bud 1: 487 no; 291, Nasa'i 1: 184).
3. Mandi setelah pingsan
Dari Aisyah r.a. ia berkata, "Rasulullah dalam kondisi kritis, beliau bertanya, 'Apakah para sahabat telah shalat ('isya)?' maka kami jawab, 'Belum, mereka sedang menunggumu, ya Rasulullah.' Kemudian beliau bersabda, 'Sediakanlah satu bak air untukku!' Setelah kami sediakan lalu beliau mandi. (Beberapa saat) kemudian dengan susah payah beliau berusaha bangkit, lalu pingsan. Tak lama kemudian beliau siuman (sadar dari pingsan) lalu bertanya, 'Apakah para sahabat sudah shalat (isya)?' Kami Jawab, 'Belum. Mereka menunggumu ya, Rasulullah.' Kemudian beliau bersabda, 'Sediakanlah satu bak air untukku!' Setelah kami sediakan lalu beliau mandi. (Beberapa saat) kemudian, dengan susah payah beliau berusaha bangkit, lalu pingsan. Tak lama kemudian beliau siuman (sadar dan pingsan) lalu bertanya, 'Apakah para sahabat sudah shalat ('isya)?' Kami jawab 'Belum, mereka sedang menunggu ya Rasulullah'. Kemudian Aisyah bercerita, bahwa Nabi mengutus kurir memanggil Abu Bakar (untuk ditunjuk sebagai imam shalat isya)...." (Muttafaqun 'alaih Muslim I: 311 no: 418 dan Fathul Bari II: 172 no: 687).
4. Mandi setelah menguburkan orang musyrik
Dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa ia datang kepada Nabi saw. seraya berkata, "(Ya Rasulullah), sesungguhnya Abu Thalib telah meninggal dunia." Jawab Beliau, "Pergilah dan kuburkanlah dia! Tatkala aku usai menguburkannya, aku kembali kepada beliau, lalu beliau bersabda kepadaku, 'Mandilah!'" (Shahihul Isnad: Ahkamul Janaiz hal. 134 Nasa'i I: 110 'Aunul Ma'bud IX:32 no:3198).
5. Mandi untuk shalat dua hari raya dan hari Arafah
Imam Baihaqi meriwayatkan melalui asy-Syafii dan Zadzan, ia bertutur, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada (Ali) r.a. tentang mandi?" Maka jawabnya, "Mandilah setiap hari bila engkau mau!' Ia bertanya (lagi), ' itu, yang kami maksud mandi yang bertalian dengan hal-hal tertentu?" Maka kata Beliau, "Yaitu mandi pada hari Jum'at, Arafah, hari (raya) Qurban, dan hari (raya) Fitri."
6. Mandi karena telah memandikan mayyit
Berdasarkan sabda Nabi saw. "Barangsiapa yang memandikan mayat, maka mandilah!"
(Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1195, Sunan Ibnu Majah I: 470 no: 1463).
7. Mandi untuk ihram umrah atau haji
Dari Zaid bin Tsabit bahwa ia pernah melihat Nabi melepaskan pakaian dan mandi untuk berihram (Hasan: Irwa-ul GhaIiI no: 149 dan Tirmidzi 11: 163,no: 831).
8. Mandi untuk masuk kota Mekkah
Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya ia tidak mau masuk kota Mekkah kecuali bermalam (terlebih dahulu) di Dzi Thuwa hingga shubuh dan mandi, kemudian masuk kota Mekkah pada siang hari. Dan ia menyebutkan dari Nabi bahwa beliau mengerjakannya." (Muttafaqun 'alaih: Muslim 11:919 no: 227/1259, dan ini lafadz baginya, Fathul Bari III: 435 no: 1573, 'Aun-ul Ma'bud 318 no: 1848 dan Tirmidzi 172 no: 854).
9. Mandi pada hari Arafah
Berdasar riwayat Imam Baihaqi, sudah disebutkan di halaman sebelumnya, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah ditanya perihal mandi, maka dia menjawab, "Yaitu (mandi) pada hari Jum'at hari Arafah, dan hari (raya) Qurban dan hari (raya) Fitri."
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 106 - 112.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: IBADAH
AJARKAN AQIDAH PADA ANAK
Agar anak memiliki aqidah yang lurus sejak dini, maka sejak kecil ia harus dididik tentang aqidah yang benar.
- Iman kepada Allah, Ajarkan pada anak bahwa Allah itu satu, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada sesembahan lain bersama-Nya.Kalau di bumi dan langit ada sesembahan selain-Nya, tentu keduanya akan rusak. Ajari anak surat Al-Ikhlas (1-4), dan mintalah mereka menghafalnya sekaligus dengan artinya. “Katakanlah, ‘Allah itu satu. Yang menjadi sandaran semua makhluk.Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.’”
- Laranglah anak berbuat syirik, dan ajarkan tauhid pada mereka. Beritahukan pada anak bahwa syirik atau menyekutukan Allah azza wa jalla adalah dosa terbesar yang tak terampuni. Perkenalkan pada anak Rabb mereka, dan bahwa Dialah yang mencipta dan memberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, memuliakan dan menghinakan, yang mengangkat dan merendahkan.
- Ajarkan nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifatNya yang luhur sesuai dengan manhaj ahlussunnah waljamaah dari kalangan sahabat Rasulullah dan tabiin yang datang setelah mereka. Ajarkan pula bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy (Thaha: 5), dan pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu (Thaha: 98)
- Sampaikan juga tentang hadits budak perempuan yang ditanya oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Di mana Allah?” Dia menjawab, “Di langit.” Nabi lalu memerintahkan majikan budak itu untuk membebaskannya karena dia seorang perempuan yang beriman.
- Iman kepada Malaikat, Tentang malaikat sampaikan bahwa iman kepada malaikat adalah wajib dan membenarkan keberadaan mereka adalah suatu keharusan. Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang mulia, yang bertasbih siang dan malam dengan tidak bosan, tidak menyombongkan diri dari ketaatan dan ibadah kepada Allah, bahkan mereka takut kepada-Nya. Sampaikan juga bahwa malaikat diciptakan dari cahaya. Mereka punya tugas-tugas yang mereka jalankan. Di antara mereka ada yang memikul ‘Arsy. Ada yang menjadi utusan-utusan antara Allah azza wa jallaAda yang mencatat amal dan menjaga catatan amal para hamba. Ada malaikat maut yang bertugas mencabut nyawa manusia jika telah sampai ajalnya. Ada malaikat penjaga gunung dan awan. Ada yang bertugas menghadiri majelis zikir dan ilmu, menghadiri salat lima waktu dan Jumat, menguatkan hati orang-orang beriman ketika perang dengan izin Allah, menenangkan dan memberi kabar gembira orang-orang yang beriman ketika akan meninggal, menyiksa orang-orang kafir sejak keluarnya ruh, mengangkat ruh ke langit, menanyai para hamba di alam kubur, memintakan ampunan untuk orang-orang yang beriman, dan mendoakan mereka masuk surga. sebaik-baiknya. dan para nabi. Ada pula malaikat yang menjaga surga dan neraka. Penjaga neraka adalah malaikat yang keras dan kasar, yang tidak durhaka kepada Allah dan selalu menjalankan perintah-Nya. Para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar bernyawa. Para malaikat juga mendengarkan bacaan Al-Quran, dan banyak lagi tugas lain yang dibebankan kepada mereka. Sampaikan pula bahwa malaikat mempersaksikan keesaaan Allah dan kerasulan para Rasul-Nya. Malaikat juga menolong orang-orang yang beriman dengan izin Allah dan memberi syafaat orang-orang yang beriman dan bertauhid di hari kiamat dengan izin Allah azza wa jalla. Satu lagi, malaikat bukanlah perempuan sebagaimana yang disangka orang-orang kafir. Keimanan pada malaikat bisa berimbas pada kebaikan akhlak.
- Tekankan pada diri anak, bahwa para malaikat selalu mengawasi kita, mencatat amal dan ucapan kita, sebagaimana firman Allah, “Tidaklah satu ucapan pun diucapkan kecuali ada malaikat yang mengawasi dan mencatatnya.” (Al-Qof: 18).
- Iman kepada Kitab-kitab Allah. Sampaikan kepada anak bahwa Allah azza wa jalla telah menurunkan sejumlah kitab kepada para Rasul-Nya, untuk diajarkan kepada umatnya. Di dalamnya Allah memerintahkan mereka untuk bertauhid, beriman kepada-Nya dan para rasul-Nya, dan menerangkan perkara-perkara yang halal dan haram. Terdapat pula kabar-kabar tentang orang-orang sebelum mereka, hukum yang berlaku di tengah-tengah mereka, serta dakwah kepada semua kebaikan dan peringatan dari semua kejelekan, kekafiran dan kesesatan. Di antara kitab-kitab itu adalah Taurat yang diturunkan kepada Musa q, Injil kepada Isa q, dan Al-Quran kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Iman kepada Para Rasul Beritahukan pada anak tentang para Nabi dan Rasul. Mereka diutus oleh Allah azza wa jalla kepada manusia untuk memerintahkan mereka agar bertauhid, memberi kabar gembira dengan surga bagi orang-orang yang taat di antara mereka, dan memperingatkan mereka dari syirik dan kemaksiatan. Allah telah memilih di antara Rasul-Nya sebagai ulul azmi, yaitu Ibrahim a.s, Nuh a.s, Isa a.s, Musa a.s dan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ceritakanlah tentang kisah-kisah dan mukjizat yang dimiliki para Rasul. Iman kepada seluruh rasul dan nabi adalah wajib. Barangsiapa ingkar kepada salah satunya, maka telah kafir kepada semuanya. Semua rasul mendakwahkan satu agama yaitu menyembah Allah semata, menjauhi setan dan kesyirikan. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam setiap umat seorang rasul untuk menyeru kaumnya, ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut/setan.” (An-Nahl: 36) Penutup para rasul itu adalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, maka tidak ada rasul lagi setelah beliau.
- Iman kepada Hari Kiamat. Perbanyaklah mengingatkan anak-anak pada hari kiamat. Bila anak mengetahui bahwa kelak akan ada perhitungan, pahala dan siksa, maka dia akan berbuat kebaikan dan menjauhi kejelekan. Iman kepada hari akhir meliputi 3 hal, Pertama, mengimani adanya kebangkitan (ba’ts) yaitu dihidupkannya kembali orang-orang yang sudah mati tatkala ditiupkan sangkakala untuk kedua kalinya. Pada hari itu seluruh manusia bangkit untuk menghadap Rabb semesta alam dalam keadaan telanjang. Kedua, mengimani adanya hisab (perhitungan) dan jaza’ (balasan). Seluruh amal perbuatan hamba akan dihisab dan diberi balasan. Ketiga, mengimani adanya surga dan neraka. Ceritakan pada anak tentang surga dan isinya, berupa kenikmatan yang kekal bagi penghuninya. Demikian juga neraka dan isinya yang disediakan bagi orang-orang kafir dan pendosa.
- Iman kepada Takdir Iman kepada takdir adalah wajib atas setiap muslim. Perkara-perkara yang berjalan dalam kehidupan ini semuanya telah ditakdirkan dan ditulis. Ajarilah anak tentang hal ini. Ajarkan anak sebuah hadits yang artinya: “Dan bila suatu musibah mengenai dirimu,maka jangan kamu katakan, ‘Seandainya aku lakukan ini dan ini.’ Tetapi katakanlah, ‘Qaddarallahu wa ma sya’a fa’ala’ (Allah telah takdirkan dan apa-apa yang Dia kehendaki Dia kerjakan).’ Sesungguhnya kata law (seandainya) akan membuka perbuatan setan.’” (Riwayat Muslim) Ajarkan pada anak bahwa kebaikan dan kejelekan telah ditakdirkan. Demikian juga rezeki, telah ditakdirkan dan dibagi-bagi. Sampaikan bahwa yang memberi hidayah adalah Allah, dan bahwa penjagaan-penjagaan datangnya dari Allah. Ajal dan umur telah ditakdirkan, dan musibah telah ditulis dan ditakdirkan. Ajari anak agar ridha dengan ketentuan-ketentuan Allah azza wa jalla pada setiap keadaan. Bila anak sakit, terkena sesuatu, atau kehilangan sesuatu, maka beritahukan bahwa semua itu telah ditakdirkan. Akan tetapi ingatkan juga bahwa Allah telah menciptakan sebab dan akibat, karena itu jangan lupa untuk melakukan sebab-sebab kebaikan. Wallahu a’lam (Oel) Maraji’: Tarbiyatul Abna’, Bagaimana Nabi Mendidik Anak. Syaikh Musthofa Al-Adawi. Media Hidayah.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AQIDAH
PERTANYAAN ALAM KUBUR
Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra bin ‘Azib radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘’Apabila seorang muslim ditanya di dalam kubur, maka dia bersaksi babwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Itulah maksud firman Allah, Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat’’ (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits ini pun diriwayatkan oleh Muslim dan sejumlah kelompok orang yang menerima dari hadits Syu'bah juga.
Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Barra bin Azib, dia berkata, ‘’Kami mengantarkan jenazah salah seorang dari kaum Anshar bersama Rasulullah. Kami tiba ke suatu kubur yang belum ditutup lahat. Maka Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam duduk dan kami pun duduk di sekitarnya. Seolah-olah di atas kepala kaini ada burung sedang di kakinya ada kayu yang hendak dijatuhkan ke bumi. Beliau menengadahkan kepalanya lalu bersabda, 'Mintalah perlindungan kepada Allah dari azab kubur.' Beliau mengatakannya dua atau tiga kali. Kemudian beliau melanjutkan, 'Apabila seorang hamba yang beriman meninggalkan dunia dan menghadap akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat dari langit yang berwajah putih seperti matahari. Mereka membawa kain kafan dan membawa beberapa selimut dari surga. Mereka duduk di dekat hamba itu dengan mengarahkan pandangan. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepala hamba seraya berkata, 'Hai nafsu yang baik, keluarlah untuk menuju maghfirah dan keridhaan dari Allah.' Maka nafsu pun keluar mengalir seperti mengalirnya tetesan air dari minuman. Malaikat maut mengambilnya. Tatkala ia mengambilnya, maka para malaikat lain tidak membiarkan nafsu itu berada di tangan malaikat maut sekejap mata pun sehingga mereka mengambilnya lalu meletakkan di dalam kafan dan selimut tersebut. Dari nafsu (ruh) itu keluar semerbak wangi yang lebih harum daripada kesturi yang ada di permukaan bumi. Para malaikat membawanya naik. Tidaklah mereka melintasi suatu kelompok malaikat melainkan mereka berkata, Bau harum apakah itu?' Para malaikat pembawa ruh menjawab, 'Ia adalah bau ruh si fulan bin fulan.' Mereka memanggilnya dengan nama terbaik yang dahulu digunakan di dunia. Akhirnya, sampailah mereka di langit dunia. Mereka meminta dibukakan untuk ruh itu. Lalu dibukakanlah untuknya serta disambutlah oleh setiap malaikat penghuni langit lalu diantarkanlah hingga ke langit berikutnya, hingga sampai di langit ketujuh.’’
Maka Allah Ta'ala berfirman [artinya], ‘’Tuliskanlah catatan hamba-Ku di dalam surga yang tinggi dan kembalikanlah dia ke bumi karena dari bumilah Aku menciptakan mereka dan ke bumilah Aku mengembalikan mereka serta dari bumilah Aku mengeluarkan mereka pada kali yang kedua. Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, Kemudian ruh itu dikembalikan ke jasadnya. Ia didatangi oleh dua malaikat lalu mendudukkannya. Kedua malaikat berkata kepadanya, 'Siapakah Tuhanmu?' Dia menjawab, 'Tuhanku adalah Allah.' Kedua malaikat itu bertanya, 'Apa agamamu?' Dia menjawab,'Agamaku Islam.' Kedua malaikat bertanya,'Siapakah prang yang diutus kepadamu?' Dia menjawab,'Orang itu adalah Rasulullah.' Kedua malaikat bertanya,'Apa pengetahuanmu?' Dia menjawab,'Aku membaca kitab Allah, maka aku mengimani dan membenarkannya.' Tiba-tiba ada seorang penyeru dari langit, 'Benarlah hamba-Ku. Maka hamparkanlah untuknya.sebagian dari hamparan surga dan kenakanlah kepadanya sebagian pakaian surga serta bukakanlah baginya sebuah pintu dari surga.’’
Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘’Maka didatangkanlah kepadanya ruh dan kebaikannya. Allah melapangkan kuburan itu baginya seluas mata memandang. Kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, dan berbau harum, lalu bertanya, 'Bergembiralah dengan apa yang menggembirakanmu. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.' Mayat orang mukmin berkata, 'Siapakah kamu? Wajahmu merupakan wajah yang datang untuk membawa kebaikan.' Orang itu menjawab, 'Aku adalah amal salehmu.' Mayat orang mukmin berkata, 'Ya Tuhanku, segerakanlah kiamat agar aku dapat kembali kepada keluargaku dan hartaku’’.
Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘’Sedangkan apabila seorang hamba yang kafir meninggalkan dunia dan menuju akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat dari langit yang berwajah hitam. Mereka membawa tenunan kasar dan duduk di dekatnya sambil mengawasinya. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata, 'Hai ruh yang buruk, keluarlah untuk menuju kemurkaan dan kemarahan dari Allah.' Nabi bersabda, 'Maka ruh meninggalkan jasadnya. Malaikat maut mencabut ruh seperti menarik tusuk besi dari daging basah. Malaikat maut mencabutnya. Setelah dia mencabutnya, dia tidak membiarkan di tangannya sekejap pun sehingga ruh itu disimpan di dalam tenunan kasar. Maka keluarlah darinya bau yang lebih busuk dari bangkai terbau yang ada muka bumi. Para malaikat membawanya naik. Tidaklah mereka melintasi suatu kelompok malaikat melainkan mereka berkata, Bau busuk apakah ini?' Mereka menjawab, 'Ini bau busuk si fulan bin fulan.' Mereka memanggilnya dengan nama terburuk yang dahulu digunakan di muka bumi. Mereka sampai di langit dunia seraya meminta dibukakan pintu untuknya. Namun pintu itu tidak dibukakan untuknya. Lalu Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam membaca ayat [artinya], 'Tidak dibukakan baginya pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga hingga unta masuk ke dalam lubang jarum.' Maka Allah Ta'ala berfirman [artinya], 'Tuliskanlah baginya tempat di dasar bumi yang terendah.' Kemudian malaikat melemparkan ruh itu dengan keji. Lalu Rasulullah membaca ayat [artinya], 'Adapun orang yang menyekutukan Allah, maka dia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar burung atau dia dihempaskan oleh angin ke tempat yang jauh.'
Kemudian ruh itu kembali ke jasadnya. Lalu datanglah dua malaikat seraya mendudukkannya dan berkata, 'Siapakah Tuhanmu?' Dia menjawab, 'A... e... aku tidak tahu.' Kedua malaikat itu bertanya, 'Apa agamamu?' Dia menjawab, 'A... e... aku tidak tahu.' Kedua malaikat bertanya,'Siapakah orang yang diutus kepadamu?' Dia menjawab, 'A... e... aku tidak tahu.' Tiba-tiba ada seorang penyeru dari langit, 'Hamba-Ku berbohong. Maka hamparkanlah untuknya sebagian dari hamparan neraka dan bukakanlah baginya sebuah pintu dari pintu neraka. Lalu datanglah kepadanya panas dan racun api neraka. Allah menyempitkan kuburan itu baginya hingga tulang rusuknya berceceran. Kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki berwajah buruk, berpakaian buruk, dan berbau busuk, lalu berkata, 'Bergembiralah dengan apa yang menyedihkanmu. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.' Mayat orang kafir berkata, 'Siapakah kamu? Wajahmu merupakan wajah yang datang untuk membawa keburukan.' Orang itu menjawab, 'Aku adalah amal burukmu.' Mayat orang kafir berkata, 'Ya Tuhanku, janganlah Engkau menyegerakan kiamat.' Hadits ini pun diriwayatkan dari Abu Daud dari hadits al-Amasy, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah dari hadits al-Manhal bin Amr.
Imam Abd bin Humaid rahimahullah ta'ala meriwayatkan di dalam musnadnya dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, 'Apabila seorang hamba diletakkan di dalam kuburnya, ditinggalkan oleb para sababatnya dan dia dapat mendengar suara sandal mereka, maka datanglah dua malaikat lalu mendudukkannya seraya bertanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?' Nabi bersabda, Jika mayat itu orang mukmin, maka dia menjawab, 'Aku bersaksi babwa dia adalah hamba dan Rasul Allah.'Dikatakan kepada hamba itu, 'Lihatlah tempatmu di neraka dan Allah telah menggantinya dengan tempat di surga.' Kemudian Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, Lalu orang itu melibat kedua tempat itu. '
Qatadah menceritakan: telah diceritakan kepada kami bahwa Allah akan melapangkan kuburan bagi seorang mukmin seluas 70 hasta dan memenuhinya dengan kelembutan hingga hari kiamat. Hadits itu pun diriwayatkan oleh Muslim dari Abd bin Humaid dan dikemukakan oleh an-Nasa'i dari hadits Yunus. bin Muhammad al-Mu'dib.
Jarir menwayatkan dari Abi Hurairah, dari Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda, Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya mayat masih dapat mendengar suara sandalmu tatkala kamu meninggalkannya. Jika dia orang yang beriman, maka shalat berada di dekat kepalanya, zakat di sebelah kananya, shaum di sebelah kirinya, dan aneka amal kebaikan seperti sedekah, silaturahmi, kemakrufan, dan ihsan kepada manusia berada di dekat kedua kakinya. Kemudian didatangkan malaikat dari arah kepalanya, maka shalat berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kemudian didatangkan malaikat dari arah kanannya, maka zakat berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kemudian didatangkan malaikat dari arah kirinya, maka shaum berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kemudian didatangkan malaikat dari arah kakinya, maka aneka amal kebaikan berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kernudian dikatakan kepada mayat, 'Duduklah.' Mayat pun duduk. Saat itu, matahari tampak olehnya sudah menjelang terbenam. Mayat itu ditanya, 'Jawablah hat-hal yang hendak kami tanyakan kepadamu.' Mayat berkata,'Beri aku waktu untuk shalat.' Malaikat berkata, 'Kamu akan mengerjakannya nanti. Sekarang jawab dulu hal-hal yang akan kami tanyakan kepadamu.' Mayat bertanya, 'Masalah apakah yang hendak kau tanyakan?' Maka dikatakan, 'Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang ada di tengah-tengahmu dahulu, apa pendapatmu dan apa kesaksianmu terhadapnya?' Mayat berkata, 'Maksudmu Muhammad?' Malaikat berkata,'Benar.' Mayat berkata, 'Aku bersaksi bahwa dia merupakan rasul Allah. Sesungguhnva dia datang kepada kami dengan membawa aneka penjelasan dari sisi Allah, maka kami membenarkannya.' Maka dikatakan kepada mayat, 'Di atas pandangan itulah kamu hidup, mati, dan dibangkitkan. Insya Allah.' Kemudian dilapangkanlah kuburannya seluas 70 hasta dan diterangi. Dibukakan baginya sebuah pintu menuju surga, lalu dikatakan, 'Lihatlah apa yang dijanjikan oleh Allah untukmu di surga.' Maka semakin bertambahlah keinginan dan kegembiraannya. Kemudian jiwanya ditempatkan dalam tubuh yang baik, yaitu berupa burung hijau yang bergantung di pohon surga. Kemudian jasad dikembalikan kepada asal ciptaannya, yaitu tanah. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah Ta'ala [artinya], ''Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat''. Hadits itu pun diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Sehubungan dengan ayat ini al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa, sesungguhnya jika seorang mukmin meninggal, maka para malaikat mengunjunginya, memberinya salam, dan menghiburnya dengan surga serta diceritakan pula ihwalnya seperti telah dikemukakan dalam hadits di atas. Kemudian Ibnu Abbas berkata bahwa, adapun terhadap mayat orang kafir, maka malaikat turun sambil memukulkan sayapnya. Allah berfirman [artinya], ''Mereka memukul wajah dan bagian belakang mereka ketika mati''. Apabila dia masuk ke dalam kubur, maka didudukkan, lalu ditanya, 'Siapakah Tuhanmu?' Maka dia tidak ingat apa-apa dan dibuat lupa oleh Allah akan hal itu. Jika ditanya, 'Siapakah rasul yang diutus kepadamu?' Maka dia tidak memperoleh jawaban dan tak ingat apa pun. Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah mengerjakan apa yang Dia kehendaki’‘
Diambil dari Ringkasan Tafsir Ibnu Katsier, Syaikh Muhammad Ar-Rifa'i
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AKHIRAT DALAM BERITA
HANANIA LAGI APA YAAAA......
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: PHOTO HANA
SURGA DI DEPAN MATA
Penggambaran surga yang difirmankan oleh Allah swt. dan disabdakan oleh Nabi saw., memang hampir tak mampu kita gambarkan dengan otak dan imajinasi kita yang terbatas ini. Betapa sulit membayangkan kenikmatan yang demikian besar. Sungguh kemampuan imajinasi kita akan terbentur pada keterbatasannya.
Kita coba untuk memvisualisasikan dalam angan hadits Qudsi yang menceritakan tentang gambaran surga berikut ini,
أعددت لعبادي الصالحين ما لا عين رأت ولا أذن سمعت ولا خطر على قلب بشر
“Kami sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu, yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga dan tak pernah terlintas oleh hati manusia…”
“Seorang pun tak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (As-sajdah 17)
Allah swt. menentukan hari masuknya ke surga pada waktu tertentu dan memutuskan jatah hidup di dunia pada batas waktu tertentu serta menyiapkan di dalam surga berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan terlintas dalam hati. Dia memperlihatkan dengan jelas surga kepada mereka agar dapat melihatnya dengan mata hatinya karena penglihatan mata hati lebih tajam daripada pandangan mata kepala.
“Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka kursinya diperlihatkan kepadanya setiap pagi dan petang. Jika ia penghuni surga, maka ia adalah penghuni surga. Jika ia penghuni neraka, maka ia adalah penghuni neraka. Kemudian dikatakan, Inilah kursimu hingga Allah Ta’ala membangkitkanmu pada hari kiamat nanti.” Bukhari-Muslim
Sungguh Nabi Muhammad saw. telah melihat di dekatnya terdapat surga tempat tinggal sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim hadits dari Anas dalam kisah Isra’ dan Mi’raj. Pada akhir hadits tersebut dijelaskan,
“Jibril berjalan terus hingga tiba di Sidratul Muntaha dan ternyata Sidratul Muntaha ditutup dengan warna yang tidak aku ketahui.” kata Rasulullah saw. lebih lanjut, “Kemudian aku masuk ke dalam surga dan ternyata di dalamnya terdapat kubah dari mutiara dan tanahnya beraroma kesturi. Bukhari-Muslim
Simaklah sebuah puisi tentang surga:
Wahai penghuni surga, kalian di surga ini
Tetap dalam kenikmatan dan tak pernah terputus
Hidup terus dan tidak akan mati
Kalian berdomisili di sini terus dan tak akan pindah tempat
Dan kalian muda terus serta tidak tua
“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabbnya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya.” Az-Zumar 39:73
Cobalah renungkan ketika kelompok di atas digiring menuju tempatnya di surga secara berkelompok. Kelompok yang bahagia bersama dengan saudara-saudaranya. Mereka beriringan dan bersatu padu. Masing-masing dari mereka terlibat dalam amal perbuatan dan saling kerjasama dengan kelompoknya serta memberi kabar gembira kepada orang-orang yang hatinya kuat sebagaimana di dunia pada saat mereka bersatu dalam kebaikan. Selain itu, setiap orang dari saling canda antar sesamanya.
“(Yaitu) Surga Aden yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka. Di dalamnya mereka bertelekan (di atas dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman di surga tersebut.” Shaad: 50-51
Anda perhatikan bahwa ada makna indah pada ayat di atas ketika mereka telah masuk ke dalam surga, maka pintu-pintu itu tidak tertutup bagi mereka dan dibiarkan terbuka lebar untuk mereka. Sedangkan neraka, jika para penghuninya telah masuk ke dalamnya, maka pintu-pintu langsung ditutup rapat bagi mereka.
“Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka.” Al-Humazah:8
Dibiarkannya pintu-pintu surga terbuka untuk para penghuninya adalah isyarat bahwa mereka dapat bergerak secara leluasa bagi mereka. Serta masuknya para malaikat masuk setiap waktu kepada mereka dengan membawa hadiah-hadiah dan rizki untuk mereka dari Rabb mereka serta apa saja yang menggembirakan mereka dalam setiap waktu.
“Di surga terdapat delapan pintu. Ada pintu yang namanya Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang puasa.” Bukhari dan Muslim
“Barang Siapa yang berinfak dengan sepasang unta atau kuda atau lainnya di jalan Allah swt., maka ia dipanggil dari pintu-pintu surga. “Wahai hamba Allah, pintu ini lebih baik. Barang Siapa yang rajin shalat, maka ia dipanggil di pintu shalat. Barang Siapa berjihad, maka ia dipanggil di pintu jihad. Barang Siapa rajin bershadaqah, maka ia masuk dari pintu shadaqah. Dan barang siapa puasa, maka ia dipanggil dari Ar-rayyan.”Abu Bakar berkata,”Wahai Rasulullah, apakah setiap orang dipanggil dari pintu-pintu tersebut? Adakah orang dipanggil dari semua pintu tersebut? Rasulullah saw. menjawab,”Ya, dan aku berharap engkau termasuk dari mereka.”
“Siapa di antara kalian yang berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya lalu membaca Asyhadu an laa ilaaha illallahu wahdahulaa syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu, maka dibukakan baginya pintu-pintu surga yang berjumlah delapan dan ia masuk dari mana saja yang ia sukai.” Imam Muslim
“Jika seorang muslim mempunyai tiga orang anak yang belum baligh kemudian meninggal dunia, maka mereka menjumpainya di pintu-pintu surga yang delapan dan ia bebas masuk dari pintu mana saja yang ia sukai.” k
“Demi Muhammad yang jiwanya ada di Tangan-Nya, jarak antara dua daun pintu surga adalah seperti Makkah dan Hajar atau Hajar dan Makkah.” Imam Bukhari
Dalam redaksi lain,
“Antara Makkah dan Hajar atau Makkah dengan Bushra.” (Hadits ini keshahihannya disepakati pakar hadits).
“Kalian adalah penyempurna tujuh puluh umat. Kalian adalah umat yang terbaik dan termulia di sisi Allah. Jarak di antara dua daun pintu surga adalah empat puluh tahun. Pada suatu hari ia akan penuh sesak.” Imam Ahmad
“Pintu yang dimasuki oleh penghuni surga jaraknya adalah sejauh perjalanan pengembara dunia yang ahli, tiga kali lipat. Kemudian penghuni surga memenuhinya hingga pundak mereka nyaris lengkap.” Abu Nu’aim
“Allah Azza wajalla menciptakan Adam mirip dengan wajah-Nya. Postur tubuh Adam adalah enam puluh hasta. Usai menciptakan Adam Allah berfirman, “Pergilah dan ucapkan salam kepada sekumpulan tersebut. Mereka adalah para malaikat yang sedang duduk-duduk dan mendengarkan salam yang mereka sampaikan kepadamu, karena salam tersebut adalah salammu dan salam anak keturunanmu.”
Kata Rasulullah saw., “Lalu Adam pergi ke tempat mereka dan berkata, “Salam sejahtera atas kalian.” Mereka menjawab, “Salam sejahtera juga atasmu dan begitu juga rahmat Allah.” Kata Rasulullah saw. lebih lanjut, “Maka setiap orang yang masuk ke dalam surga wajahnya seperti wajah Adam dan postur tubuhnya adalah enam puluh hasta. Setelah Adam, manusia mengecil hingga sekarang.” Ahmad, Bukhari dan Muslim
“Penghuni surga masuk ke dalam surga dengan rambut pendek, belum berjenggot, matanya bercelak dan usianya tiga puluh tiga tahun.” Imam Tirmidzi
“Jika penghuni surga meninggal dunia, baik pada saat kecil atau tua, maka mereka dikembalikan dengan usia tiga puluh tahun di surga dan usianya tidak bertambah selama-lamanya. Begitu juga penghuni neraka.” Imam Tirmidzi
“Penghuni surga masuk surga dengan ketinggian Adam, enam puluh hasta dengan ukuran orang besar, dengan wajah tampan setampan Nabi Yusuf, Seusia Nabi Isa, tiga puluh tiga tahun, lidahnya fasih sefasih Nabi Muhammad, belum berjenggot dan berambut pendek.” Ibnu Abu Dunya
Dalam riwayat yang lain, “Sesungguhnya derajat penghuni surga yang paling rendah yang berada di tingkat keenam dan ketujuh. Disediakan baginya tiga ratus pelayan yang setiap pagi dan sore melayaninya dengan memberikan tiga ratus piring. Yang saya ketahui piring tersebut terbuat dari emas.”
“Setiap piring mempunyai warna tersendiri yang tidak dimiliki oleh piring yang lain. Ia menikmati dari piring yang pertama hingga piring terakhir. Pelayan-pelayan juga memberikan tiga ratus minuman di mana setiap minuman mempunyai warna tersendiri yang tidak dimiliki oleh tempat minum yang lain. Ia menikmati tempat minum pertama hingga tempat minum terakhir.”
Ia berkata,” Rabbku, jika Engkau mengizinkan, maka aku akan memberi makan dan minum kepada penghuni surga dengan tidak mengurangi jatah yang diberikan kepadaku. “Sesungguhnya ia mempunyai istri sebanyak tujuh puluh dua orang yang berasal dari wanita-wanita surgawi yang matanya cantik jelita belum temasuk istri-istrinya dari wanita dunia. Salah seorang dari istri-istri mereka mengambil tempat duduknya yang panjangnya satu mil ukuran dunia.”(HR Ahmad)
“Dan penghuni surga yang paling tinggi atau mulia di sisi Allah adalah orang yang melihat wajah Allah setiap pagi dan petang. Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat, “Wajah-wajah (orang-orang Mukmin) pada saat itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat.” HR Tirmidzi
“Saya datang ke pintu surga, lalu saya buka. Sang penjaga bertanya, “Siapakah Anda?” Saya menjawab, “Saya Muhammad.” Penjaga pintu lalu berkata, “Saya memang diperintah agar pintu surga ini tidak saya buka sebelum Anda terlebih dulu masuk.” Imam Muslim
Rasulullah bersabda, “Jibril datang kepada saya dan memberi informasi tentang pintu surga yang akan dimasuki oleh umatku.” Mendengar itu, Abu Bakar bertanya, “Ya Rasulullah saw. aku ingin bersamamu hingga dapat melihat pintu surga.” Rasulullah menjawab, “Engkau wahai Abu bakar, adalah orang pertama dari umatku yang memasuki surga.” Imam Bukhari-Muslim
Pertama kali dari golongan umat yang masuk surga tanpa melalui proses hisab ialah mereka yang berderajat tinggi dan agung dalam iman dan taqwanya, beramal shaleh dan istiqamah.
“Mereka berbaris dalam satu regu, wajah mereka memancarkan kepuasan seperti rembulan saat pertama. Tubuh mereka bersih dari kotoran. Tidak meludah, tidak berdahak dan tidak pula buang air. Tempat-tempat singgahnya terbuat dari emas, sisirnya terbuat juga dari emas dan perak. Tempat apinya adalah kayud, keringatnya berupa minyak misyk, setiap lelaki memiliki pasangan istri yang kulitnya cemerlang seolah-olah sumsumnya tampak dari balik daging. Mereka tidak pernah berselisih, tidak saling membenci sebab mereka sehati. Bacaannya tiap kali adalah tasbih, setiap pagi maupun sore.” Imam Bukhari
Rasulullah saw. Bersabda:
“Pasti masuk surga di antara umatku yang berjumlah tujuh puluh ribu orang tanpa hisab atau tujuh ratus ribu orang. Mereka saling bergandeng hingga masuk surga semuanya. Wajah mereka seperti rembulan pada saat pertama.” Imam Bukhari dan Muslim
Ibnu Abas ra berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Semua umat diperlihatkan kepadaku kemudian aku lihat ada nabi yang diikuti oleh sekelompok orang pengikutnya. Ada nabi yang diikuti oleh satu dan dua orang. Ada nabi yang tidak diikuti oleh sorangpun. Diangkat kepadaku kumpulan manusia yang sangat banyak lalu aku mengira bahwa mereka adalah umatku lalu dikatakan kepadaku, “Ini adalah Musa dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk langit!” Lalu aku melihat ke ufuk langit dan ternyata di sana ada kumpulan manusia yang sangat banyak. Dikatakan kepadaku, “Ini adalah umatmu dan di antara mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa dihisab dan disiksa. Setelah itu Rasulullah masuk ke dalam rumah.
“Sementara orang-orang sibuk membicarakan siapa sebenarnya mereka yang masuk ke dalam surga tanpa hisab dan tanpa disiksa. Sebagian mereka berkata,
“Barangkali mereka adalah mereka yang menemani Rasulullah saw.” Sebagian yang lain berkata, “Barangkali mereka adalah yang dilahirkan dalam keadaan Islam dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun.” Mereka juga menafsirkan dengan berbagai macam tafsiran.
Lalu Rasulullah ke luar menemui mereka dan bertanya, “Apa yang kalian bicarakan?” Mereka pun menceritakan hasil pembicaraannya. Lantas Rasulullah saw. bersabda,” Mereka adalah orang-orang yang meruqyah dan tidak minta diruqyah, tidak jatuh dalam tathayyur (mengaitkan nasib dengan burung atau lainnya) dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal.”
Ukasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata, “Berdoalah kepada Allah agar Ia menjadikan aku di antara mereka. “Rasulullah saw. menjawab, “Anda termasuk di antara mereka!” Orang laki-laki yang lain berdiri dan berkata, “Berdoalah kepada Allah agar Allah menjadikanku di antara mereka!” Rasulullah saw. menjawab, “Anda kalah cepat dengan ‘Ukasyah.”
Ibnul Atsir telah mengumpulkan perawi-perawi hadits ini di dalam Yamiil Ushul, dan di antara hadits itu menceritakan bahwa Abdullah bin Mas’ud ra menyampaikan bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Aku tahu orang terakhir yang ke luar dari neraka dan terakhir masuk surga. Ia ke luar dari neraka sambil merangkak, lalu Allah berfirman kepadanya,” Pergi dan masuklah ke surga!” Orang itu kemudian pergi menuju surga, namun terbayang olehnya bahwa surga telah penuh, lalu ia kembali kepada Allah dan berkata,” Ya Allah, surga sudah penuh.” Allah berfirman kepadanya,
“Pergilah dan masuklah ke dalam surga, sebab di sana tidak seperti di dunia melainkan sepuluh kali dunia. Lalu ia berkata, “Apakah Engkau ejek aku, atau Engkau tertawakan aku, sedang Engkau adalah Raja?”
Sebuah hadits riwayat Muslim menyampaikan hal serupa. Dikisahkan, Nabi bercerita tentang laki-laki yang masuk ke surga yang terakhir. Laki-laki itu berjalan pelan-pelan. Allah menyuruhnya segera masuk ke surga. Ia pun berjalan ke arah surga dengan hati yang bimbang. Ia angankan, setiap orang di surga itu telah memiliki rumah sendiri-sendiri. Dalam hatinya ia bertanya, dengan apakah ia akan bertempat tinggal?”
Maka untuk memastikan hatinya, Allah bertanya, “Apakah engkau masih ingat, setiap orang berada di rumahnya sendiri-sendiri?” Ingat ya Allah…”jawabnya penuh dengan angan harapan. “Sepuluh kali lipat rumah dunia?” tanya Allah. Apakah Engkau menghinaku ya Allah, sedangkan Engkau adalah Raja?” Dalam menceritakan itu Nabi tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya.”
Mudah-mudahan kita semua diizinkan oleh Allah Ta’ala menjadi orang-orang yang senantiasa istiqamah di dalam meniti hidup dan kehidupan ini, sehingga ketika ruh ini dicabut oleh-Nya kita menerima anugerah husnul khatimah. Sehingga kita termasuk dan dimasukkan oleh Allah Ta’ala ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang dipanggil dengan penuh kelembutan:
“Yaa ayyathuna-nafsul muthma innah, irji-i ila Rabbiki raadhiatan mardhiyyah, fadkhulii fi ibadi wadkhuli jannati.”
Amin ya mujibas-saailin. Allahu a’alam
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AKHIRAT DALAM BERITA
ALAM KUBUR
Manusia adalah makhluk Allah swt. yang diciptakan dari tanah (at-turab) dan ruh. Allah swt. membekalinya dengan hati,akal, dan jasad sehingga manusia memiliki tekad (al-‘azmu), ilmu dan amal. Dengan berbekal ketiganya manusia diberi amanah oleh Allah swt., sebuah amanah yang makhluk-makhluk lain yang jauh lebih besar dari manusia, seperti langit, bumi dan gunung-gunung, menolak untuk menerimanya (Al-Ahzab: 72). Alam Kubur (Al-Barzakh) Barzakh yang bermakna kubur terdapat pada surat Al-Mu’minuun: 100. Allah swt. berfirman, “Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” Sedangkan surat Al-Qurqaan: 53 dan Ar-Rahmaan: 20 berkaitan dengan dinding pemisah antara dua lautan. Firman Allah swt. tentang alam kubur: (’Abasa: 21) “Sesungguhnya seorang jika mati, diperlihatkan kepadanya tempatnya tiap pagi dan sore. Jika ahli surga, maka diperlihatkan surga, dan bila ia ahli nereka (maka diperlihatkan neraka). Maka diberitahu: Itulah tempatmu kelak jika Allah membangkitkanmu di hari kiamat.” (Bukhari dan Muslim) (Bukhari dan Muslim) (Bukhari dan Muslim) Sumber : Tim Dakwatuna
Sesungguhnya manusia hidup bukan hanya di dunia saja, tetapi telah menjalani kehidupan lain sebelum ke dunia dan akan menjalani kehidupan lainnya lagi setelah di dunia. Itulah tahapan-tahapan kehidupan manusia.
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati(1), lalu Allah menghidupkan kamu(2), kemudian kamu dimatikan(3) dan dihidupkan-Nya kembali(4), kemudian kepada-Nya-lah kamu(5).” (Al-Baqarah: 28)
Secara garis besar penjelasan ayat di atas ditunjukkan oleh:
Seluruh manusia akan mengalami 14 (empat belas) alam, dari alam ruh hingga surga atau neraka. sebelas alam di antaranya adalah alam setelah manusia mati. Sungguh perjalanan yang sangat panjang menuju surga atau neraka.
Secara lebih rinci, seluruh tahapan kehidupan yang telah dan akan dialami manusia ditunjukkan oleh:
Seluruh tahapan kehidupan manusia:
"padahal kamu tadinya mati "
1) Alam Kesatu : ALAM ROH /ALAM ARWAH
yakni alam Awal manusia diciptakan dan tidak ada satupun manusia mengetahuinya karena bagi Allah swt. tidak ada batas Ruang/Waktu dan Tempat
"lalu Allah menghidupkan kamu "
2) Alam Kedua : ALAM RAHIM
yakni alam dimana manusia tercipta melalui suatu proses pembenihan di dalam Rahim/ kandungan yang lamanya sudah ditentukan 9 bulan
3) Alam Ketiga : ALAM DUNIA
yakni alam ujian sebagaimana yang kita sedang alami bersama sekarang ini.
"kemudian kamu dimatikan "
4) Alam Keempat : ALAM SAKARATUL MAUT
yakni alam pada saat roh manusia dicabut oleh Allah swt yakni alam antara Dunia menuju alam kubur
5) Alam Kelima : ALAM KUBUR atau ALAM BARZAH,
yakni alam di mana manusia akan memperolah Siksa atau Nikmat kubur tergantung perbuatannya selama hidupnya di dunia sambil menunggu datangnya hari kiamat. Dan bagi yang memperoleh nikmat kubur, mereka para ahlul kubur seperti tidur saja layaknya
"dan dihidupkan-Nya kembali "
6) Alam Keenam : KIAMAT atau disebut AKHIR ZAMAN atau Yaumul Qiyamah yakni alam dimana Allah swt memusnahkan Bumi - mahluk hidup beserta seluruh isinya
7) Alam Ketujuh: KEBANGKITAN
8 ) Alam Kedelapan : ALAM MASYHAR yakni alam dimana Manusia dibangkitkan kembali dari Alam Kubur oleh Allah swt serta berkumpul di Padang Masyhar dan masing masing manusia tidak mengenal satu sama lainnya
"kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan "
9) Alam Kesembilan: BALASAN
10) Alam Kesepuluh: DIHADAPKAN KEPADA ALLAH DAN PERHITUNGAN
11) Alam Kesebelas: KOLAM
12) Alam Keduabelas: TIMBANGAN
13) Alam Ketigabelas: JALAN
14) Alam Kesembilan : SORGA DAN NERAKA
a) ALAM SORGA: alam kenikmatan bagi manusia yang selamat setelah dihisab oleh Allah swt.
b) ALAM NERAKA: alam kesengsaraan/siksaan bagi manusia yang tidak selamat setelah dihisab oleh Allah swt.
Allah swt. banyak menyebutkan tentang kubur di dalam Al-Qur’an baik secara eksplisit maupun implisit, begitu pula Rasulullah saw. di dalam haditsnya yang mulia.
“Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Al-Hajj: 7)
“Dan tidak sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (Faathir: 22)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” (Al-Mumtahanah: 13)
“Pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala.” (70:43)
“Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.”
“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur.” (Al-’Aadiyat: 9)
“Sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (At-Takaatsur: 2)
“Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.” (Al-Israa’: 52)
“Dan janganlah sekali-kali kamu menshalati (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (At-Taubah: 84)
“Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (Al-Mu’minuun: 16)
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita; apakah sesungguhnya kita akan dikeluarkan (dari kubur)?” (An-Naml: 67)
“Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (az-Zukhruuf: 11)
Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang dari kamu berada dalam keadaan tasyahhud, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa: yang bermaksud: Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu dari siksaan Neraka Jahannam, dari siksa Kubur, dari fitnah semasa hidup dan selepas mati serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”
Dalam Lu’lu’ wal Marjan hadits no. 1822 - 1826 disebutkan sabda Nabi saw.,
“Nabi saw. keluar ketika matahari hampir terbenam, lalu beliau mendengar suara, maka bersabda: Orang Yahudi sedang disiksa dalam kuburnya.”
“Sesungguhnya seorang hamba jika diletakkan dalam kuburnya dan ditinggal oleh kawan-kawannya, maka didatangi dua malaikat, lalu mendudukannya keduanya dan menanyakan: Apakah pendapatmu terhadap orang itu (Muhammad saw.)? Adapun orang beriman maka menjawab, ‘Aku bersaksi bahwa dia hamba Allah dan utusanNya.’ Lalu diberitahu: Lihatlah tempatmu di api neraka, Allah telah mengganti untukmu tempat di sorga, lalu dapat melihat keduanya.” (Bukhari dan Muslim)
“Seorang mukmin jika didudukkan dalam kuburnya, didatangi dua malaikat, kemudian dia mengucapkan, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah’ maka itulah arti firman Allah, ‘Allah akan menetapkan orang yang beriman dengan kalimat yang kokoh (Ibrahim: 27)’.” (Bukhari dan Muslim)
“Ketika selesai Perang Badr, Nabi saw. menyuruh supaya melemparkan dua puluh empat tokoh Quraisy dalam satu sumur di Badr yang sudah rusak. Dan biasanya Nabi saw. jika menang pada suatu kaum maka tinggal di lapangan selama tiga hari, dan pada hari ketiga seusai Perang Badr itu, Nabi saw. menyuruh mempersiapkan kendaraannya, dan ketika sudah selesai beliau berjalan dan diikuti oleh sahabatnya, yang mengira Nabi akan berhajat. Tiba-tiba beliau berdiri di tepi sumur lalu memanggil nama-nama tokoh-tokoh Quraisy itu: Ya Fulan bin Fulan, ya Fulan bin Fulan, apakah kalian suka sekiranya kalian taat kepada Allah dan Rasulullah, sebab kami telah merasakan apa yang dijanjikan Tuhan kami itu benar, apakah kalian juga merasakan apa yang dijanjikan Tuhanmu itu benar? Maka Nabi ditegur oleh Umar: Ya Rasulallah, mengapakah engkau bicara dengan jasad yang tidak bernyawa? Jawab Nabi: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya, kalian tidak lebih mendengar terhadap suaraku ini dari mereka.”
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AKHIRAT DALAM BERITA
JANGAN MEMBENTAK ANAK YAA....?
“Bid…ayo mandi! Disuruh mandi saja kok malas amat!” bentak ibu Abid (7) seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain.
“Fatma…jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!” Bentak ayah Fatma yang memergoki putrinya (2) sedang mengutak-atik kompor minyak. Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah kembali membentak, “Heh…diam!” Si kecil pun semakin ketakutan.
Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat melihat anak melakukan kesalahan, atau ketidakpatuhan, orang tua memang sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orang tua sering bermaksud ‘menasihati’, tapi diucapkan dengan nada tinggi. Kebiasaan ini juga lebih sering dilakukan oleh orang tua yang temperamental.
Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak, sebab
kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya, suka membentak.
Dalam Nikah edisi Juni 2006 sudah dibahas cara menasihati anak secara efektif (Menegur Perilaku, Menghargai Pelaku). Pada edisi kali ini, akan dipaparkan beberapa akibat bila anak terlalu sering menerima bentakan. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana kiat menumbuhkan kepatuhan.
Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi.
Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa.
Harus diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi, mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orang tua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu, menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian negatif harus seimbang.
Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang:
Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Al-Quran, gara-gara orang tuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.
Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orang tuanya. Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dia anggap angin lalu. Masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.
Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi anak. Ya, anak menjadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang tuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia akan disalahkan? Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak bisa berjalan lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.
Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe.
Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orang tuanya. Ia akan senang bila melihat orang tuanya jengkel dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi orang tua, semakin senanglah ia.
Kedua, tipe penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah bermain air atau kapal-kapalan.
Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena kemalasannya. Misalnya Angga yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya bila belum dibentak atau diomeli ibunya.
- Pemarah, temperamental dan suka membentak
Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau ‘main bentak’ karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang diperlakukan demikian, akan berlaku seperti itu terhadap adiknya atau teman-temannya.
BAGAIMANA MENUMBUHKAN KEPATUHAN?
Setelah jelas bila bentakan tidak efektif untuk menumbuhkan kepatuhan, bahkan berpengaruh negatif bagi kepribadian anak, lalu bagaimanakah cara yang baik untuk menumbuhkan kepatuhan?
- Beri penjelasan pada anak
Jelaskan pada anak dengan bahasa yang ia mengerti, mengapa suatu hal diperintahkan dan hal lain dilarang. Jangan sekali-sekali memberi keterangan dusta dalam hal ini.
- Perintahkan sebatas kemampuannya
Perintah di luar kesanggupan dan kemampuan anak justru bisa menyebabkan krisis syaraf (neurotic) dan buruk perangai. Ada pepatah mengatakan, “Jika engkau ingin ditaati, maka perintahkanlah apa yang dapat dipenuhi.” Sebaiknya perintah itu dibagi-bagi dan tuntutan pelaksanaannya pun bertahap.
Untuk mengetahui sampai di mana batas kemampuan anak sesuai perkembangan usianya, diperlukan pengetahuan tersendiri. Sebaiknya orang tua memahami perkembangan anak ini.
- Tidak berdusta atau menakut-nakuti
Kadang orang tua mengatakan akan membelikan ini atau itu jika anak mematuhi perintahnya, tapi ternyata setelah anak patuh, orang tua tidak menepati janjinya. Itu berarti orang tua berdusta, dan bisa jadi anak tidak akan percaya lagi pada orang tuanya. Kedustaan seperti ini harus dihindari.
Selain itu, orang tua juga sering menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang seharusnya berguna baginya. Itu dilakukan karena ingin anaknya segera memenuhi perintah mereka. Misalnya menakut-nakuti anak dengan dokter, suntikan dan sebagainya. Ketakutan anak pada hal-hal tersebut bisa terbawa hingga ia dewasa.
- Jangan bertentangan dengan naluri anak
Gharizah atau naluri adalah kekuatan terpendam dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan beberapa pekerjaan tanpa berlatih terlebih dahulu.
Janganlah orang tua melarang anak bermain, atau membongkar dan memasang sesuatu. Jangan pula melanggar kebiasaan anak kalau tidak ingin mereka menggunakan jerit tangis sebagai senjatanya.
Lebih baik gharizah itu diarahkan sedemikian rupa sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri. Misalkan diberi perintah, “TPA nanti mulai ba’da asar lho, sekarang kan udah setengah tiga. Adik udah aja ya mainnya, dilanjutin besok aja, sekarang mandi dulu, kan udah mau adzan…”.
Ungkapan itu tidak melarang anak bermain, dan tidak melanggar kebiasaan mereka bermain di tengah hari. Pemberian ‘masa terbatas’ ini dimaksudkan agar anak bisa mengatur jadwal kegiatannya sendiri, dan akan sangat menolong untuk melatih anak disiplin waktu. Selain itu mereka merasa dianggap mampu untuk mengatur dirinya sendiri tanpa harus didikte begini dan begitu. (Oel)
Referensi: Mendidik dengan Cinta, Irawati Istadi. Pustaka Inti.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: MENDIDIK ANAK