ASIK MAEM....
Ini hana dengan kakaknya. Yang sebelah kiri itu namanya Naurah Maimun Mumtaz (putri ke 3 mba' fifit, kakak istri saya). Naura lebih tua 20 hari dari Hanania. Foto ini
di ambil selagi mereka lagi asik maem uee (kue). Ini Foto saat merka dah 2 tahun umure. "emmmhhhh...enyak kuehnya" kata Naura
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: PHOTO HANA
ETIKA MAKAN MINUM
Orang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta'ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan dan minuman, serta syahwat keduanya saja.
Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum. Rasulullah saw. bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan."
Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :
1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172).
Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya.
2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta‘ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala karenanya.
3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.
4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu', dan karena ucapan Anas bin Malik ra, "Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring." (Diriwayatkan Al-Bukhari).
5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda,
"Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak." (Diriwayatkan Al-Bukhari).
6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya." (Diriwayatkan Abu Daud).
7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:
1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta‘ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta‘ala, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku', maka dosa-dosa masa lalunya diampuni." (Muttafaq Alaih).
3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut
Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,
"Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir)." (Muttafaq Alaih).
"Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya." (Muttafaq Alaih).
4. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena dalil-dalil berikut:
Rasulullah saw. bersabda,
"Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,
"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada." (Diriwayatkan Muslim).
5. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,
"Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan." (Diriwayatkan Muslim).
6. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut:
Hadits Anas bin Malik ra berkata, "Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali." (Muttafaq Alaih).
Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
Hadits lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup di dalamnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).
7. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda,
"Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya." (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).
8. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut:
Sabda Rasulullah saw.,
"Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua."
Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.
Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.
Sabda Rasulullah saw.,
"Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan." (Muttafaq Alaib).
"Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum."
9. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,
Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan,
Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka,
sebab orang yang paling rakus ialah
orang yang paling buru-buru terhadap makanan.
10. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, ‘silakan makan', namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya', padahal riya' itu diharamkan.
11. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.
12. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.
13. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.
14. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia harus santun, dan hormat terhadap mereka.
Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:
1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.
2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.
3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur atas nikmat.
4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.
5. Memuji Allah Ta‘ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)". Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian."
Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 185-191.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: ETIKA
MASALAH MANDI
oleh : Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
1. Keluar mani, baik ketika jaga (terbangun) ataupun ketika (tidur) nyenyak. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya (mandi) air hanyalah karena (mengeluarkan) air (mani)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no:151, Muslim I:269 no:343 dan 'Aunul Ma'bud I: 366 no: 214).
Dari Ummi Salamah bahwa Ummu Sulaim r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap yang haq, maka apakah perempuan (juga) wajib mandi bila mimpi?" Beliau menjawab, " Ya jika ia melihat air (mani)."
(Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari I: 228 no:130, Muslim I: 251 no:313 dan Tirmidzi I:80 no:122).
Mengenai keluar air mani di waktu terbangun (bukan tidur), diisyaratkan harus karena dorongan syahwat. Hal ini merujuk kepada sabda Nabi saw., "Apabila kamu memuncratkan air (mani), maka mandi janabatlah, namun manakala kamu tidak memuncratkan (keluar tanpa syahwat), maka janganlah mandi janabat." (Sanadnya Hasan Shahih: Irwa'ul Ghalil I: 162, dan al-Fathur Rabbani 1:247 no:82).
Dalam Nailul Authar I: 275, Imam asy-Syaukani menegaskan, "Kata alhadzf" kata dasar dari kata kerja hadzafa berarti: melempar, dan perbuatan ini mesti karena dorongan syahwat. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Hadits ini mengandung peringatan, bahwa air mani yang keluar bukan karena dorongan syahwat, misalnya, karena sakit atau cuaca sangat dingin. Maka tidak wajib mandi janabat."
Barangsiapa yang berihtilam (bermimpi basah), namun temyata ia tidak mendapati air mani, maka tidak harus mandi. Sebaliknya siapa saja yang mendapati air mani, namun ia tidak ingat ihtilam maka ia harus mandi.
Dari Aisyah r.a. ia berkata, Rasulullah pernah ditanya tentang seorang laki-laki mendapati (kainnya) basah dan ia tidak ingat ihtilam (bermimpi)? Beliau saw. menjawab, "Ia harus mandi." Kemudian (ditanya lagi) perihal seorang laki-laki yang yakin bahwa dirinya ihtilam namun temyata ia tidak mendapati basah (pada kainnya)? Maka jawab Beliau, "Tidak ada kewajiban mandi atasnya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 216, Tirmidzi I: 74 no: 113 'Aunul Ma'bud I: 399 no: 233).
2. Jima' sekalipun tidak mengeluarkan sperma:
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. bersabda, "Seseorang duduk di antara empat anggota badan (isterinya), lalu bersungguh-sungguh memperlakukannya (yaitu jima'), maka ia wajib mandi, sekalipun tidak mengeluarkan (air mani)." (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 152 dan Muslim I: 271 no: 348).
3. Orang kafir yang baru masuk Islam:
Dari Qais bin Ashim r.a. bahwa ia masuk Islam, lalu diperintah oleh Nabi agar mandi dengan menggunakan air yang dicampur dengan daun bidara. (Shahih: Irwa-ul Ohalil no: 128, Nasa'i I: 109, Tirmidzi, 11:58 no: 602 dan 'Aunul Mar'bud 11:19 no:351).
4. Berhentinya darah haidh dan nifas, sebagaimana yang di jelaskan dalam riwayat dari Aisyah r.a bahwa Nabi saw.bersabda kepada Fatimah binti Hubaizah r.a, "Apabila (waktu) haidh datang, maka tinggalkanlah shalat dan apabila (waktu) haidh berakhir, rnaka mandilah dan shalatlah!" (Mutafaqqun 'alaih: Fathul Bari I: 420 no: 320, Muslim I: 262 no: 331 Aunul Ma'bud I: 466 no: 279. Tirmidzi 1: 82 no: 125, Nasa'i I: 186, dan redaksi mereka, terkecuali Imam Bukhari adalah, FA AGHSI'LII 'ANKID DAM (=Maka, cucilah darah darimu). Sedangkan status hukum nifas menurut jima' ulama' sama dengan hukum haidh.
Rukun Mandi Besar
Niat, Berdasarkan hadits yang berbunyi, "Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung pada niatnya."(Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari 1: 9 no: 1, Muslim III: 1515 no: 1907, 'Aunul Ma'bud VI: 284 no: 2186, TIrmidzi III: 100 no: 1698, Ibnu Majjah II: 1413 no: 4227 dan Nasa'i I. 59).
Tata Cara Mandi Besar yang Dianjurkan
Tata cara ini dijelaskan dalam riwayat Aisyah r.a., "Adalah Rasulullah saw. apabila mandi janabat memulai dengan mencuci kedua tangannya, kemudian menuangkan (air) dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya, lalu mencuci kemaluannya kemudian berwudhu' sebagaimana wudhu'nya untuk shalat, kemudian, mengambil air (dengan tangannya), lalu memasukkan jari-jari tangannya ke pangkal rambut hingga apabila ia melihat sudah tersentuh air semua pangkal rambutnya, ia menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan air dengan kedua tapak tangannya, kemudian menyiram sekujur tubuhnya, lalu membasuh kedua kakinya." (Muttafaqun 'alaih).
Suatu hal perlu diketahui perempuan tidak wajb membuka ikat rambut dan semisalnya ketika akan mandi janabat. Dari Ummi Salamah r.a. ia berkata, saya pernah bertanya. "Ya, Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang mengikat kuat rambut kepalaku, lalu apakah saya harus membukanya untuk mandi janabat?" Jawab beliau, "Tidak (harus) cukup bagimu menuangkan (air) di atas kepalamu tiga kali tuangan, kemudian engkau siramkan air ke atas badanmu, dengan demikian kamu menjadi suci." (Shahih: Irwa'ul GhaliI no: 136. Muslim 1:259 no: 330, 'Aunul Ma'bud 1: 426 no: 248, Nasa'i I: 131, Tirmidzi I: 71 no: 105, Ibnu Majah 1: 198 no: 603).
Dari Aisyah r.a., bahwa Asma' pernah bertanya kepada Nabi saw. perihal haidh. Jawab beliau, "Hendaklah seorang di antara kamu ambil air beserta daun bidara, lalu hendaklah ia bersuci dengan sempurna, kemudian tuangkanlah air ke atas kepalanya, lalu gosoklah kepalanya dengan sungguh-sungguh hingga rata, kemudiam tuangkanlah (lagi) air ke atas kepalanya, kemudian ambillah sepotong kain atau kapas maka dengan demikian ia menjadi suci." Kemudian Asma' bertanya, "(Wahai Rasulullah) bagaimana ia dianggap telah suci dengan cara itu?" Maka, Jawab beliau, "Subhaanallah... dengan cara itu ia sudah menjadi suci." Kemudian Aisyah berkata, (sambil membisikkan), "(Hai Asma'), kamu harus memperhatikan (menjelajahi) bekas darah." Kemudian Asma' bertanya kepada beliau perihal mandi janabat, maka jawab beliau, "Hendaklah perempuan itu mengambil air lalu bersuci dengan baik atau dengan sempurna, kemudian tuangkanlah (air) ke atas kepalanya, lalu gosoklah kepalanya sampai, kemudian tuangkanlah air ke atasnya." (Shahih: Mukhtashar Muslim I:261 no: 61 d 332).
Dengan sharih 'eksplisit' hadits ini membedakan antara mandi haidh dengan mandi junub, di mana ia memberi penekanan kepada orang haidh air menggosok kepalanya dengan sungguh-sungguh dan bersuci dengan serius yang tidak ditekankan kepada orang yang mandi janabat, bagaimana hadits Ummu Salamah sebagai dalil bahwa orang yang mandi junub tidak wajib menguraikan melepaskan ikat rambut atau semisalnya. (Tahdzibu Sunan Abi Daud oleh Ibnul Qayyim I: 167 no: dengan sedikit perubahan).
Pada asalnya, diuraikannya rambut agar yakin akan sampainya air ke pangkal-pangkal rambut, hanya saja hal ini tidak diharuskan kepada orang yang akan mandi janabat, karena mandi ini berulang kali dan akan menimbulkan kesulitan berat bagi kaum wanita. Berbeda jauh dengan mandi haidh yang hanya terjadi sekali dalam sebulan. (Tahdzibu Sunan Abi Daud oleh Ibnul Qayyim I:167 dengan sedikit perubahan).
Sesuatu yang perlu diketahui: Boleh suami istri mandi bersama di dalam satu kamar mandi, yang masing-masing melihat aurat pasangannya, sebagaimana yang ditegaskan dalam riwayat Dari Aisyah ra, ia berkata, "Dahulu aku sendiri dan Rasulullah (sering) mandi bersama dari satu bak sedangkan kami berdua dalam keadaan junub." (Muttafaqun 'alaih: Muslim I:256 no:321, Fathul Bari I:375 no:263 dan Nasa'i :129).
Kita dianjurkan mandi karena beberapa hal berikut ini:
1. Mandi pada setiap kali akan jima'
Dari Abu Rafi' r.a. ia berkata, "Bahwa sesungguhnya Nabi saw. pada suatu malam pernah menggilir isteri-isterinya, di mana beliau mandi di rumah ini dan mandi (lagi) di rumah ini, lalu aku bertanya, ya Rasulullah, mengapa engkau tidak mandi sekali saja (untuk semuanya?) "Jawab beliau, "Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci."
(Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 480 'Aunul Ma'bud I: 370 no: 216 dan Ibnu Majah I: 194 no: 590).
2. Mandi bagi wanita mustahadhah untuk setiap kali akan shalat atau untuk zhuhur dan 'ashar sekali mandi, untuk maghrib dan 'isya sekali mandi dan untuk shubuh sekali mandi
Ini berdasarkan hadits Aisyah r.a. yang berkata, "Sesungguhnya Ummu Habibah pernah beristihadhah pada masa Rasulullah, lalu beliau menyuruhnya mandi setiap kali (akan) shalat...." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 269 dan 'Aunul ma'bud I: 483 no: 289).
Dalam riwayat yang lain dari Aisyah (juga disebutkan) "Telah beristihadhah seorang perempuan pada masa Rasulullah , lalu ia diperintah (oleh beliau) menyegerakan ashar dan mengakhirkan zhuhur dengan sekali mandi untuk keduanya, mengakhirkan maghrib dan menyegerakan 'Isya dengan sekali mandi untuk keduanya. dan untuk shalat shubuh sekali mandi. (Shahih: Shahih Abu Dnud flo: 273. 'Aunul Ma'bud 1: 487 no; 291, Nasa'i 1: 184).
3. Mandi setelah pingsan
Dari Aisyah r.a. ia berkata, "Rasulullah dalam kondisi kritis, beliau bertanya, 'Apakah para sahabat telah shalat ('isya)?' maka kami jawab, 'Belum, mereka sedang menunggumu, ya Rasulullah.' Kemudian beliau bersabda, 'Sediakanlah satu bak air untukku!' Setelah kami sediakan lalu beliau mandi. (Beberapa saat) kemudian dengan susah payah beliau berusaha bangkit, lalu pingsan. Tak lama kemudian beliau siuman (sadar dari pingsan) lalu bertanya, 'Apakah para sahabat sudah shalat (isya)?' Kami Jawab, 'Belum. Mereka menunggumu ya, Rasulullah.' Kemudian beliau bersabda, 'Sediakanlah satu bak air untukku!' Setelah kami sediakan lalu beliau mandi. (Beberapa saat) kemudian, dengan susah payah beliau berusaha bangkit, lalu pingsan. Tak lama kemudian beliau siuman (sadar dan pingsan) lalu bertanya, 'Apakah para sahabat sudah shalat ('isya)?' Kami jawab 'Belum, mereka sedang menunggu ya Rasulullah'. Kemudian Aisyah bercerita, bahwa Nabi mengutus kurir memanggil Abu Bakar (untuk ditunjuk sebagai imam shalat isya)...." (Muttafaqun 'alaih Muslim I: 311 no: 418 dan Fathul Bari II: 172 no: 687).
4. Mandi setelah menguburkan orang musyrik
Dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa ia datang kepada Nabi saw. seraya berkata, "(Ya Rasulullah), sesungguhnya Abu Thalib telah meninggal dunia." Jawab Beliau, "Pergilah dan kuburkanlah dia! Tatkala aku usai menguburkannya, aku kembali kepada beliau, lalu beliau bersabda kepadaku, 'Mandilah!'" (Shahihul Isnad: Ahkamul Janaiz hal. 134 Nasa'i I: 110 'Aunul Ma'bud IX:32 no:3198).
5. Mandi untuk shalat dua hari raya dan hari Arafah
Imam Baihaqi meriwayatkan melalui asy-Syafii dan Zadzan, ia bertutur, "Ada seorang laki-laki bertanya kepada (Ali) r.a. tentang mandi?" Maka jawabnya, "Mandilah setiap hari bila engkau mau!' Ia bertanya (lagi), ' itu, yang kami maksud mandi yang bertalian dengan hal-hal tertentu?" Maka kata Beliau, "Yaitu mandi pada hari Jum'at, Arafah, hari (raya) Qurban, dan hari (raya) Fitri."
6. Mandi karena telah memandikan mayyit
Berdasarkan sabda Nabi saw. "Barangsiapa yang memandikan mayat, maka mandilah!"
(Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 1195, Sunan Ibnu Majah I: 470 no: 1463).
7. Mandi untuk ihram umrah atau haji
Dari Zaid bin Tsabit bahwa ia pernah melihat Nabi melepaskan pakaian dan mandi untuk berihram (Hasan: Irwa-ul GhaIiI no: 149 dan Tirmidzi 11: 163,no: 831).
8. Mandi untuk masuk kota Mekkah
Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya ia tidak mau masuk kota Mekkah kecuali bermalam (terlebih dahulu) di Dzi Thuwa hingga shubuh dan mandi, kemudian masuk kota Mekkah pada siang hari. Dan ia menyebutkan dari Nabi bahwa beliau mengerjakannya." (Muttafaqun 'alaih: Muslim 11:919 no: 227/1259, dan ini lafadz baginya, Fathul Bari III: 435 no: 1573, 'Aun-ul Ma'bud 318 no: 1848 dan Tirmidzi 172 no: 854).
9. Mandi pada hari Arafah
Berdasar riwayat Imam Baihaqi, sudah disebutkan di halaman sebelumnya, bahwa Ali bin Abi Thalib pernah ditanya perihal mandi, maka dia menjawab, "Yaitu (mandi) pada hari Jum'at hari Arafah, dan hari (raya) Qurban dan hari (raya) Fitri."
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 106 - 112.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: IBADAH
AJARKAN AQIDAH PADA ANAK
Agar anak memiliki aqidah yang lurus sejak dini, maka sejak kecil ia harus dididik tentang aqidah yang benar.
- Iman kepada Allah, Ajarkan pada anak bahwa Allah itu satu, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada sesembahan lain bersama-Nya.Kalau di bumi dan langit ada sesembahan selain-Nya, tentu keduanya akan rusak. Ajari anak surat Al-Ikhlas (1-4), dan mintalah mereka menghafalnya sekaligus dengan artinya. “Katakanlah, ‘Allah itu satu. Yang menjadi sandaran semua makhluk.Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.’”
- Laranglah anak berbuat syirik, dan ajarkan tauhid pada mereka. Beritahukan pada anak bahwa syirik atau menyekutukan Allah azza wa jalla adalah dosa terbesar yang tak terampuni. Perkenalkan pada anak Rabb mereka, dan bahwa Dialah yang mencipta dan memberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, memuliakan dan menghinakan, yang mengangkat dan merendahkan.
- Ajarkan nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifatNya yang luhur sesuai dengan manhaj ahlussunnah waljamaah dari kalangan sahabat Rasulullah dan tabiin yang datang setelah mereka. Ajarkan pula bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy (Thaha: 5), dan pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu (Thaha: 98)
- Sampaikan juga tentang hadits budak perempuan yang ditanya oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Di mana Allah?” Dia menjawab, “Di langit.” Nabi lalu memerintahkan majikan budak itu untuk membebaskannya karena dia seorang perempuan yang beriman.
- Iman kepada Malaikat, Tentang malaikat sampaikan bahwa iman kepada malaikat adalah wajib dan membenarkan keberadaan mereka adalah suatu keharusan. Malaikat adalah hamba-hamba Allah yang mulia, yang bertasbih siang dan malam dengan tidak bosan, tidak menyombongkan diri dari ketaatan dan ibadah kepada Allah, bahkan mereka takut kepada-Nya. Sampaikan juga bahwa malaikat diciptakan dari cahaya. Mereka punya tugas-tugas yang mereka jalankan. Di antara mereka ada yang memikul ‘Arsy. Ada yang menjadi utusan-utusan antara Allah azza wa jallaAda yang mencatat amal dan menjaga catatan amal para hamba. Ada malaikat maut yang bertugas mencabut nyawa manusia jika telah sampai ajalnya. Ada malaikat penjaga gunung dan awan. Ada yang bertugas menghadiri majelis zikir dan ilmu, menghadiri salat lima waktu dan Jumat, menguatkan hati orang-orang beriman ketika perang dengan izin Allah, menenangkan dan memberi kabar gembira orang-orang yang beriman ketika akan meninggal, menyiksa orang-orang kafir sejak keluarnya ruh, mengangkat ruh ke langit, menanyai para hamba di alam kubur, memintakan ampunan untuk orang-orang yang beriman, dan mendoakan mereka masuk surga. sebaik-baiknya. dan para nabi. Ada pula malaikat yang menjaga surga dan neraka. Penjaga neraka adalah malaikat yang keras dan kasar, yang tidak durhaka kepada Allah dan selalu menjalankan perintah-Nya. Para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar bernyawa. Para malaikat juga mendengarkan bacaan Al-Quran, dan banyak lagi tugas lain yang dibebankan kepada mereka. Sampaikan pula bahwa malaikat mempersaksikan keesaaan Allah dan kerasulan para Rasul-Nya. Malaikat juga menolong orang-orang yang beriman dengan izin Allah dan memberi syafaat orang-orang yang beriman dan bertauhid di hari kiamat dengan izin Allah azza wa jalla. Satu lagi, malaikat bukanlah perempuan sebagaimana yang disangka orang-orang kafir. Keimanan pada malaikat bisa berimbas pada kebaikan akhlak.
- Tekankan pada diri anak, bahwa para malaikat selalu mengawasi kita, mencatat amal dan ucapan kita, sebagaimana firman Allah, “Tidaklah satu ucapan pun diucapkan kecuali ada malaikat yang mengawasi dan mencatatnya.” (Al-Qof: 18).
- Iman kepada Kitab-kitab Allah. Sampaikan kepada anak bahwa Allah azza wa jalla telah menurunkan sejumlah kitab kepada para Rasul-Nya, untuk diajarkan kepada umatnya. Di dalamnya Allah memerintahkan mereka untuk bertauhid, beriman kepada-Nya dan para rasul-Nya, dan menerangkan perkara-perkara yang halal dan haram. Terdapat pula kabar-kabar tentang orang-orang sebelum mereka, hukum yang berlaku di tengah-tengah mereka, serta dakwah kepada semua kebaikan dan peringatan dari semua kejelekan, kekafiran dan kesesatan. Di antara kitab-kitab itu adalah Taurat yang diturunkan kepada Musa q, Injil kepada Isa q, dan Al-Quran kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Iman kepada Para Rasul Beritahukan pada anak tentang para Nabi dan Rasul. Mereka diutus oleh Allah azza wa jalla kepada manusia untuk memerintahkan mereka agar bertauhid, memberi kabar gembira dengan surga bagi orang-orang yang taat di antara mereka, dan memperingatkan mereka dari syirik dan kemaksiatan. Allah telah memilih di antara Rasul-Nya sebagai ulul azmi, yaitu Ibrahim a.s, Nuh a.s, Isa a.s, Musa a.s dan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ceritakanlah tentang kisah-kisah dan mukjizat yang dimiliki para Rasul. Iman kepada seluruh rasul dan nabi adalah wajib. Barangsiapa ingkar kepada salah satunya, maka telah kafir kepada semuanya. Semua rasul mendakwahkan satu agama yaitu menyembah Allah semata, menjauhi setan dan kesyirikan. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus dalam setiap umat seorang rasul untuk menyeru kaumnya, ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut/setan.” (An-Nahl: 36) Penutup para rasul itu adalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, maka tidak ada rasul lagi setelah beliau.
- Iman kepada Hari Kiamat. Perbanyaklah mengingatkan anak-anak pada hari kiamat. Bila anak mengetahui bahwa kelak akan ada perhitungan, pahala dan siksa, maka dia akan berbuat kebaikan dan menjauhi kejelekan. Iman kepada hari akhir meliputi 3 hal, Pertama, mengimani adanya kebangkitan (ba’ts) yaitu dihidupkannya kembali orang-orang yang sudah mati tatkala ditiupkan sangkakala untuk kedua kalinya. Pada hari itu seluruh manusia bangkit untuk menghadap Rabb semesta alam dalam keadaan telanjang. Kedua, mengimani adanya hisab (perhitungan) dan jaza’ (balasan). Seluruh amal perbuatan hamba akan dihisab dan diberi balasan. Ketiga, mengimani adanya surga dan neraka. Ceritakan pada anak tentang surga dan isinya, berupa kenikmatan yang kekal bagi penghuninya. Demikian juga neraka dan isinya yang disediakan bagi orang-orang kafir dan pendosa.
- Iman kepada Takdir Iman kepada takdir adalah wajib atas setiap muslim. Perkara-perkara yang berjalan dalam kehidupan ini semuanya telah ditakdirkan dan ditulis. Ajarilah anak tentang hal ini. Ajarkan anak sebuah hadits yang artinya: “Dan bila suatu musibah mengenai dirimu,maka jangan kamu katakan, ‘Seandainya aku lakukan ini dan ini.’ Tetapi katakanlah, ‘Qaddarallahu wa ma sya’a fa’ala’ (Allah telah takdirkan dan apa-apa yang Dia kehendaki Dia kerjakan).’ Sesungguhnya kata law (seandainya) akan membuka perbuatan setan.’” (Riwayat Muslim) Ajarkan pada anak bahwa kebaikan dan kejelekan telah ditakdirkan. Demikian juga rezeki, telah ditakdirkan dan dibagi-bagi. Sampaikan bahwa yang memberi hidayah adalah Allah, dan bahwa penjagaan-penjagaan datangnya dari Allah. Ajal dan umur telah ditakdirkan, dan musibah telah ditulis dan ditakdirkan. Ajari anak agar ridha dengan ketentuan-ketentuan Allah azza wa jalla pada setiap keadaan. Bila anak sakit, terkena sesuatu, atau kehilangan sesuatu, maka beritahukan bahwa semua itu telah ditakdirkan. Akan tetapi ingatkan juga bahwa Allah telah menciptakan sebab dan akibat, karena itu jangan lupa untuk melakukan sebab-sebab kebaikan. Wallahu a’lam (Oel) Maraji’: Tarbiyatul Abna’, Bagaimana Nabi Mendidik Anak. Syaikh Musthofa Al-Adawi. Media Hidayah.
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AQIDAH
PERTANYAAN ALAM KUBUR
Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra bin ‘Azib radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘’Apabila seorang muslim ditanya di dalam kubur, maka dia bersaksi babwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Itulah maksud firman Allah, Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat’’ (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits ini pun diriwayatkan oleh Muslim dan sejumlah kelompok orang yang menerima dari hadits Syu'bah juga.
Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Barra bin Azib, dia berkata, ‘’Kami mengantarkan jenazah salah seorang dari kaum Anshar bersama Rasulullah. Kami tiba ke suatu kubur yang belum ditutup lahat. Maka Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam duduk dan kami pun duduk di sekitarnya. Seolah-olah di atas kepala kaini ada burung sedang di kakinya ada kayu yang hendak dijatuhkan ke bumi. Beliau menengadahkan kepalanya lalu bersabda, 'Mintalah perlindungan kepada Allah dari azab kubur.' Beliau mengatakannya dua atau tiga kali. Kemudian beliau melanjutkan, 'Apabila seorang hamba yang beriman meninggalkan dunia dan menghadap akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat dari langit yang berwajah putih seperti matahari. Mereka membawa kain kafan dan membawa beberapa selimut dari surga. Mereka duduk di dekat hamba itu dengan mengarahkan pandangan. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepala hamba seraya berkata, 'Hai nafsu yang baik, keluarlah untuk menuju maghfirah dan keridhaan dari Allah.' Maka nafsu pun keluar mengalir seperti mengalirnya tetesan air dari minuman. Malaikat maut mengambilnya. Tatkala ia mengambilnya, maka para malaikat lain tidak membiarkan nafsu itu berada di tangan malaikat maut sekejap mata pun sehingga mereka mengambilnya lalu meletakkan di dalam kafan dan selimut tersebut. Dari nafsu (ruh) itu keluar semerbak wangi yang lebih harum daripada kesturi yang ada di permukaan bumi. Para malaikat membawanya naik. Tidaklah mereka melintasi suatu kelompok malaikat melainkan mereka berkata, Bau harum apakah itu?' Para malaikat pembawa ruh menjawab, 'Ia adalah bau ruh si fulan bin fulan.' Mereka memanggilnya dengan nama terbaik yang dahulu digunakan di dunia. Akhirnya, sampailah mereka di langit dunia. Mereka meminta dibukakan untuk ruh itu. Lalu dibukakanlah untuknya serta disambutlah oleh setiap malaikat penghuni langit lalu diantarkanlah hingga ke langit berikutnya, hingga sampai di langit ketujuh.’’
Maka Allah Ta'ala berfirman [artinya], ‘’Tuliskanlah catatan hamba-Ku di dalam surga yang tinggi dan kembalikanlah dia ke bumi karena dari bumilah Aku menciptakan mereka dan ke bumilah Aku mengembalikan mereka serta dari bumilah Aku mengeluarkan mereka pada kali yang kedua. Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, Kemudian ruh itu dikembalikan ke jasadnya. Ia didatangi oleh dua malaikat lalu mendudukkannya. Kedua malaikat berkata kepadanya, 'Siapakah Tuhanmu?' Dia menjawab, 'Tuhanku adalah Allah.' Kedua malaikat itu bertanya, 'Apa agamamu?' Dia menjawab,'Agamaku Islam.' Kedua malaikat bertanya,'Siapakah prang yang diutus kepadamu?' Dia menjawab,'Orang itu adalah Rasulullah.' Kedua malaikat bertanya,'Apa pengetahuanmu?' Dia menjawab,'Aku membaca kitab Allah, maka aku mengimani dan membenarkannya.' Tiba-tiba ada seorang penyeru dari langit, 'Benarlah hamba-Ku. Maka hamparkanlah untuknya.sebagian dari hamparan surga dan kenakanlah kepadanya sebagian pakaian surga serta bukakanlah baginya sebuah pintu dari surga.’’
Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘’Maka didatangkanlah kepadanya ruh dan kebaikannya. Allah melapangkan kuburan itu baginya seluas mata memandang. Kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, dan berbau harum, lalu bertanya, 'Bergembiralah dengan apa yang menggembirakanmu. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.' Mayat orang mukmin berkata, 'Siapakah kamu? Wajahmu merupakan wajah yang datang untuk membawa kebaikan.' Orang itu menjawab, 'Aku adalah amal salehmu.' Mayat orang mukmin berkata, 'Ya Tuhanku, segerakanlah kiamat agar aku dapat kembali kepada keluargaku dan hartaku’’.
Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ‘’Sedangkan apabila seorang hamba yang kafir meninggalkan dunia dan menuju akhirat, maka turunlah kepadanya para malaikat dari langit yang berwajah hitam. Mereka membawa tenunan kasar dan duduk di dekatnya sambil mengawasinya. Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata, 'Hai ruh yang buruk, keluarlah untuk menuju kemurkaan dan kemarahan dari Allah.' Nabi bersabda, 'Maka ruh meninggalkan jasadnya. Malaikat maut mencabut ruh seperti menarik tusuk besi dari daging basah. Malaikat maut mencabutnya. Setelah dia mencabutnya, dia tidak membiarkan di tangannya sekejap pun sehingga ruh itu disimpan di dalam tenunan kasar. Maka keluarlah darinya bau yang lebih busuk dari bangkai terbau yang ada muka bumi. Para malaikat membawanya naik. Tidaklah mereka melintasi suatu kelompok malaikat melainkan mereka berkata, Bau busuk apakah ini?' Mereka menjawab, 'Ini bau busuk si fulan bin fulan.' Mereka memanggilnya dengan nama terburuk yang dahulu digunakan di muka bumi. Mereka sampai di langit dunia seraya meminta dibukakan pintu untuknya. Namun pintu itu tidak dibukakan untuknya. Lalu Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam membaca ayat [artinya], 'Tidak dibukakan baginya pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga hingga unta masuk ke dalam lubang jarum.' Maka Allah Ta'ala berfirman [artinya], 'Tuliskanlah baginya tempat di dasar bumi yang terendah.' Kemudian malaikat melemparkan ruh itu dengan keji. Lalu Rasulullah membaca ayat [artinya], 'Adapun orang yang menyekutukan Allah, maka dia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar burung atau dia dihempaskan oleh angin ke tempat yang jauh.'
Kemudian ruh itu kembali ke jasadnya. Lalu datanglah dua malaikat seraya mendudukkannya dan berkata, 'Siapakah Tuhanmu?' Dia menjawab, 'A... e... aku tidak tahu.' Kedua malaikat itu bertanya, 'Apa agamamu?' Dia menjawab, 'A... e... aku tidak tahu.' Kedua malaikat bertanya,'Siapakah orang yang diutus kepadamu?' Dia menjawab, 'A... e... aku tidak tahu.' Tiba-tiba ada seorang penyeru dari langit, 'Hamba-Ku berbohong. Maka hamparkanlah untuknya sebagian dari hamparan neraka dan bukakanlah baginya sebuah pintu dari pintu neraka. Lalu datanglah kepadanya panas dan racun api neraka. Allah menyempitkan kuburan itu baginya hingga tulang rusuknya berceceran. Kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki berwajah buruk, berpakaian buruk, dan berbau busuk, lalu berkata, 'Bergembiralah dengan apa yang menyedihkanmu. Inilah hari yang dahulu dijanjikan kepadamu.' Mayat orang kafir berkata, 'Siapakah kamu? Wajahmu merupakan wajah yang datang untuk membawa keburukan.' Orang itu menjawab, 'Aku adalah amal burukmu.' Mayat orang kafir berkata, 'Ya Tuhanku, janganlah Engkau menyegerakan kiamat.' Hadits ini pun diriwayatkan dari Abu Daud dari hadits al-Amasy, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah dari hadits al-Manhal bin Amr.
Imam Abd bin Humaid rahimahullah ta'ala meriwayatkan di dalam musnadnya dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, 'Apabila seorang hamba diletakkan di dalam kuburnya, ditinggalkan oleb para sababatnya dan dia dapat mendengar suara sandal mereka, maka datanglah dua malaikat lalu mendudukkannya seraya bertanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?' Nabi bersabda, Jika mayat itu orang mukmin, maka dia menjawab, 'Aku bersaksi babwa dia adalah hamba dan Rasul Allah.'Dikatakan kepada hamba itu, 'Lihatlah tempatmu di neraka dan Allah telah menggantinya dengan tempat di surga.' Kemudian Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda, Lalu orang itu melibat kedua tempat itu. '
Qatadah menceritakan: telah diceritakan kepada kami bahwa Allah akan melapangkan kuburan bagi seorang mukmin seluas 70 hasta dan memenuhinya dengan kelembutan hingga hari kiamat. Hadits itu pun diriwayatkan oleh Muslim dari Abd bin Humaid dan dikemukakan oleh an-Nasa'i dari hadits Yunus. bin Muhammad al-Mu'dib.
Jarir menwayatkan dari Abi Hurairah, dari Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda, Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya mayat masih dapat mendengar suara sandalmu tatkala kamu meninggalkannya. Jika dia orang yang beriman, maka shalat berada di dekat kepalanya, zakat di sebelah kananya, shaum di sebelah kirinya, dan aneka amal kebaikan seperti sedekah, silaturahmi, kemakrufan, dan ihsan kepada manusia berada di dekat kedua kakinya. Kemudian didatangkan malaikat dari arah kepalanya, maka shalat berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kemudian didatangkan malaikat dari arah kanannya, maka zakat berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kemudian didatangkan malaikat dari arah kirinya, maka shaum berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kemudian didatangkan malaikat dari arah kakinya, maka aneka amal kebaikan berkata, 'Tidak ada jalan dari arahku.' Kernudian dikatakan kepada mayat, 'Duduklah.' Mayat pun duduk. Saat itu, matahari tampak olehnya sudah menjelang terbenam. Mayat itu ditanya, 'Jawablah hat-hal yang hendak kami tanyakan kepadamu.' Mayat berkata,'Beri aku waktu untuk shalat.' Malaikat berkata, 'Kamu akan mengerjakannya nanti. Sekarang jawab dulu hal-hal yang akan kami tanyakan kepadamu.' Mayat bertanya, 'Masalah apakah yang hendak kau tanyakan?' Maka dikatakan, 'Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang ada di tengah-tengahmu dahulu, apa pendapatmu dan apa kesaksianmu terhadapnya?' Mayat berkata, 'Maksudmu Muhammad?' Malaikat berkata,'Benar.' Mayat berkata, 'Aku bersaksi bahwa dia merupakan rasul Allah. Sesungguhnva dia datang kepada kami dengan membawa aneka penjelasan dari sisi Allah, maka kami membenarkannya.' Maka dikatakan kepada mayat, 'Di atas pandangan itulah kamu hidup, mati, dan dibangkitkan. Insya Allah.' Kemudian dilapangkanlah kuburannya seluas 70 hasta dan diterangi. Dibukakan baginya sebuah pintu menuju surga, lalu dikatakan, 'Lihatlah apa yang dijanjikan oleh Allah untukmu di surga.' Maka semakin bertambahlah keinginan dan kegembiraannya. Kemudian jiwanya ditempatkan dalam tubuh yang baik, yaitu berupa burung hijau yang bergantung di pohon surga. Kemudian jasad dikembalikan kepada asal ciptaannya, yaitu tanah. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah Ta'ala [artinya], ''Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat''. Hadits itu pun diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
Sehubungan dengan ayat ini al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa, sesungguhnya jika seorang mukmin meninggal, maka para malaikat mengunjunginya, memberinya salam, dan menghiburnya dengan surga serta diceritakan pula ihwalnya seperti telah dikemukakan dalam hadits di atas. Kemudian Ibnu Abbas berkata bahwa, adapun terhadap mayat orang kafir, maka malaikat turun sambil memukulkan sayapnya. Allah berfirman [artinya], ''Mereka memukul wajah dan bagian belakang mereka ketika mati''. Apabila dia masuk ke dalam kubur, maka didudukkan, lalu ditanya, 'Siapakah Tuhanmu?' Maka dia tidak ingat apa-apa dan dibuat lupa oleh Allah akan hal itu. Jika ditanya, 'Siapakah rasul yang diutus kepadamu?' Maka dia tidak memperoleh jawaban dan tak ingat apa pun. Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah mengerjakan apa yang Dia kehendaki’‘
Diambil dari Ringkasan Tafsir Ibnu Katsier, Syaikh Muhammad Ar-Rifa'i
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: AKHIRAT DALAM BERITA
HANANIA LAGI APA YAAAA......
Diposting oleh Iksan Taufik H | Permalink | 0 komentar
Label: PHOTO HANA